PERJALANAN YESUS KE GALILEA
( Eksposisi Yohanes 4:1-3 )
_oOo_
Dari Ibadah PSR 28 Juli 2018
Presenter
: Sdr. Mulatua
Air
Dari Yohanes pasal 2 sampai pada pasal 4, terdapat suatu rangkaian kisah yang berbicara tentang air. Pada Yoh. 2:6, perkawinan di Kana, Yesus berdialog dengan ibu-Nya tentang pesta yang kehabisan anggur, kemudian Yesus melakukan mujizat di mana air menjadi anggur. Pada Yoh. 3:5, Yesus berdialog dengan Nikodemus, Yesus berkata: “Jika seorang tidak dilahirkan dari air dan roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Dan, Yoh. 3:23, berbicara tentang air baptisan, di mana murid-murid Yohanes Pembaptis dan murid-murid Yesus melakukan pembaptisan dengan air. Akhirnya pada pasal 4, air juga dibicarakan dalam dialog antara Yesus dan perempuan Samaria, mereka menyebutkan air sumur Yakub dan air hidup. Artinya, rasul Yohanes menggunakan simbol-simbol air untuk merangkai hal-hal teologis dari pasal 2 sampai 4 di mana setiap bagiannya memiliki makna teologis tersendiri.
Pembatisan Air
Yohanes berbicara tentang pelayanan Yohanes Pembaptis di pasal 1 dan pasal 3, lalu Yohanes menyebutkan lagi pelayanan Yohanes Pembaptis di permulaan pasal 4 sebelum masuk kepada dialog Yesus dengan perempuan Samaria tentang air hidup. Artinya, Yohanes menekankan pentingnya pembaptisan air guna seseorang menerima air hidup.
Pentingnya pembatisan air juga ditekankan Yohanes lewat informasi bahwa murid-murid Yesus juga melakukan pelayanan pembaptisan air (Yoh. 3:22). Yohanes sama sekali tidak membuat perbandingan antara pembaptisan air yang dilakukan oleh murid-murid Yohanes Pembaptis dan yang dilakukan oleh murid-murid Yesus. Melainkan, Yohanes menjelaskan bahwa orang Farisi sengaja membuat perbandingan pembaptisan air untuk menciptakan benturan atau pertentangan antara murid-murid Yohanes Pembaptis dan murid-murid Yesus (Yoh 3:25).
Pada Yoh. 3:25, Yohanes menjelaskan bahwa orang Farisi memaknai pembaptisan air terbatas untuk penyucian diri dari dosa-dosa, tetapi bukan untuk pertobatan, sehingga bagi orang Farisi, pembaptisan air perlu dilakukan berulang-ulang. Artinya, orang Farisi menyukai pentahiran tetapi tidak menyukai pertobatan. Padahal, penekanan pelayanan pembaptisan air yang dilakukan oleh Yohanes pembaptis adalah pertobatan dalam dimensi eskatologis yang menuju kepada hak kepemilikan Mesias (Matius 3:11-12). Jadi, ada perbedaan jelas antara konsep pembaptisan orang Farisi dengan konsep pembaptisan Yohanes Pembaptis.
Mendengar
Pada Yoh. 4:1, ada penekanan pada kata “mendengar.” Penekanan ini untuk membawa kita kepada respon orang-orang Yahudi setelah mendengar bahwa murid-murid Yesus membaptis orang lebih banyak dari pada murid-murid Yohanes Pembaptis. Seharusnya respon orang Farisi itu adalah menyambut Yesus dan percaya, karena mereka adalah kaum ahli kitab yang mengetahui kebenaran. Tetapi, respon orang Farisi itu malahan marah dan hendak mencelakai Yesus. Ini suatu ironi, semakin kebenaran itu tampak jelas di hadapan mereka bukan membuat mereka percaya malahan membuat mereka semakin keras menolak kebenaran itu.
Pembaptisan dengan api dan Roh Kudus
Pada Yoh. 4:2 kita melihat ada kalimat sisipan yang menegaskan bahwa Yesus tidak melakukan pembaptisan air, melainkan murid-murid Yesus yang melakukan pembaptisan air. Ini menunjuk kepada Matius 3:11, yang menjelaskan kepada kita bahwa Yesus memang tidak melakukan pembaptisan air tetapi jika waktu-Nya tiba maka Yesus akan melakukan pembaptisan dengan api dan dengan Roh Kudus.
Pandangan Paulus tentang pembaptisan
Dari 1 Korintus 1:14-17, kita belajar dari pandangan Paulus tentang pembaptisan. Paulus bersyukur bahwa dia membaptis hanya sedikit orang saja. Bagi Paulus, lebih baik ia mengutamakan penginjilan dari pada melakukan pembaptisan. Paulus tetap melihat pembaptisan sebagai suatu hal penting (Roma 6:3-4) namun ia menghindari pengkultusan dirinya oleh orang-orang yang ia baptis. Bahkan Paulus berkata bahwa ia lupa atau tidak mengingat-ingat orang-orang yang dibaptisnya (1 Kor. 1:16). Paulus mencela timbulnya penggolongan umat akibat pengkultusan terhadap siapa yang melakukan pembaptisan.
Anugerah yang meninggalkan Yudea
Yudea adalah daerah yang dikonotasikan lebih religius dari pada daerah Galilea, namun Yoh. 4:3 memperlihatkan hal yang paradoks kepada kita, yaitu Yesus meninggalkan Yudea dan mendatangi Galilea. Seharusnya kota yang lebih religius menjadi kota yang lebih menyambut Mesias, tetapi Yudea lebih memilih menolak Yesus yang adalah Mesias. Yudea menolak anugerah Allah, maka anugerah Allah meninggalkan Yudea. Yesus tahu Ia akan menyerahkan kematianNya kepada orang-orang Yudea, namun waktu-Nya belum tiba. Yesus menghindar dari orang-orang Yudea dan pergi melayani orang-orang Samaria dan Galilea, karena Yesus tahu bahwa waktu-Nya belum tiba untuk menyerahkan nyawa-Nya.
Refleksi
Banyak orang Kristen berpikir kalau mereka dibaptis oleh pendeta terkenal maka baptisannya “lebih afdol,” itulah kenapa banyak orang Kristen melakukan pembaptisan ulang. Tentu saja, pemikiran seperti ini tentang pembaptisan adalah salah. Perasaan mereka “lebih afdol” dengan pendeta terkenal karena mereka memandang pembaptisan bukan sebagai tanda pertobatan melainkan sebagai cara penyucian diri dari dosa-dosa. Padahal, Injil menegaskan bahwa pembaptisan adalah sebagai tanda pertobatan (Matius 3:11).
Sebenarnya, pembaptisan hanya faktor pendukung atau peneguhan bagi orang-orang yang sudah percaya. Bukan “siapa yang membaptis kita” yang menentukan, melainkan “kepada siapa kita dibaptis” yang menentukan. Artinya, sekalipun hanya seorang pendeta yang tidak dikenal yang membaptis kita, bagaimanapun, baptisannya adalah sah. Kita dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus (Matius 28:19), maka “kepada” trinitas kita dibaptis, inilah yang menentukan.
Jangan kita menjadi Yudea, kota religius yang “mendengar” tetapi menolak Tuhan Yesus. Artinya, kita harus mewaspadai dinamika religius diri sendiri, jangan sampai menjadi sombong rohani dan meremehkan firman Tuhan yang diserukan orang-orang sederhana. Tetapi, jadilah Samaria dan Galilea, kota berdosa yang “mendengar” kemudian bertobat, lalu percaya dan menerima Tuhan Yesus. Bagaimanapun, kita harus memelihara kerendahan hati di hadapan Tuhan.
[ Mulatua Silalahi
]

Persekutuan Studi Reformed
30 Juli 2018