ALLAH MENGEMBALIKAN TABUTNYA
( Eksposisi 1 Samuel 6 )
_oOo_
Dari Ibadah PSR 25 Agustus 2018
Presenter
: Ev. Inawaty Teddy
Ketegangan antara keinginan Allah dan keinginan manusia
Kenapa Tuhan memberikan tulah-tulah kepada orang Filistin? Tentu untuk keinginan Allah, yaitu orang Filistin harus mengembalikan tabut Tuhan kepada bangsa Israel.
1 Sam. 6:1-6 berbicara tentang ketegangan antara keinginan Allah dan keinginan manusia. Selama 7 bulan, 5 kota Filistin mendapat tulah. 7 bulan untuk 5 kota, artinya 42 hari atau 1.5 bulan untuk setiap kota. Karena sudah tidak tahan lagi, mereka lalu bertanya kepada para imam dan petenung untuk menerima nasehat tentang apa yang harus mereka lakukan terhadap tabut Allah Israel. Pada pasal 5 kita hanya diberitahu 3 kota, tetapi sebenarnya ada 5 kota. Pada 1 Sam. 6:17 disebutkan kota-kota Filistin itu yakni Asdod, Gaza, Askelon, Gat, dan Ekron.
Ayat 3 berbicara tentang membayar tebusan salah kepada Allah. Mereka sudah berdosa, mereka tidak boleh mengantar tabut dengan tangan hampa, melainkan harus membayar tebusan salah, berupa 5 borok emas dan 5 tikus emas. Tuhan bukan hanya menyerang manusia (orang Filistin kena borok) tetapi juga Tuhan menyerang tanah (tanaman menjadi rusak karena serangan tikus).
Pada ayat 5, dijelaskan, mereka harus membuat gambar borok-borok mereka dan gambar tikus yang merusak tanah mereka, sebagai rasa hormat kepada Allah Israel, agar dengan demikian tangan Allah Israel yang menekan dengan berat dapat terangkat “dari pada-mu, dari pada allah-mu (dagon), dan dari pada tanah-mu.” Jadi, Tuhan menyerang allah mereka, diri mereka, dan tanah mereka. Dengan demikian, serangan Tuhan adalah serangan yang sangat luar biasa.
Ayat 6 berbicara tentang peringatan keras dari para imam Filistin terhadap raja-raja Filistin. Mereka memberikan contoh dahsyatnya Allah Israel mempermain-mainkan Mesir. Artinya, para imam Filistin melihat, dahulu Allah Israel mempermain-mainkan allah-allah orang Mesir. Dalam konteks pertarungan dua pihak yang bermusuhan, kata “mempermain-mainkan,” bermakna “situasi yang tidak berimbang”. Pihak yang dipermain-mainkan adalah pihak yang sama sekali tidak berdaya. Jadi, imam Filistin sangat mengerti bahwa Allah Israel sangat tidak sebanding dengan allah-allah Filistin.
Kata “kavod” (כָּב֑וֹד) bisa berarti mulia (glory), bisa juga berarti berat (heavy), bisa juga berarti hormat. Kita dapat melihat pada 1 Sam. 6:5-6 terdapat permainan kata yang indah. Pada ayat 5 dikatakan, “… sampaikanlah hormatmu kepada Allah Isarel.” Kata “hormat” di sini memakai kata “kavod.” Sampaikanlah “kavod”-mu kepada Allah Israel. Pada ayat 6 disebutkan “berkeras hati,” ini juga memakai kata “kavod”. Jadi, “berikanlah kavod (hormat) kepada Allah Israel, dan jangan kamu kavod (berkeras hati),” inilah yang diucapkan imam Filistin itu. Para imam Filistin jelas sekali mempunyai hikmat bahwa mereka tidak bisa melawan kehendak Allah Israel, oleh karena itu mereka akhirnya menyuruh orang-orang Filistin harus taat kepada Yahwe. Ini menjadi bentuk “keinginan manusia bersitegang dengan keinginan Allah.” Dan, tentu, pada akhirnya keinginan Allah yang menang.
Respon manusia terhadap wahyu umum Allah
Ayat 7 berbicara tentang kereta baru dan dua ekor lembu yang menyusui, yang belum pernah kena kuk. Kereta baru menunjukkan penghormatan kepada Yahwe, sedangkan lembu yang belum pernah kena kuk tentu akan bergerak-gerak berupaya melepaskan kuk dari badannya, sedangkan lembu yang menyusui tentulah tidak mau meninggalkan anak-anaknya yang sedang disusui. Setiap binatang memiliki insting untuk menjaga anak-anaknya yang masih menyusui.
Tujuan dari lembu yang belum pernah kena kuk dan masih menyusui adalah untuk melihat apakah benar Allah Israel membawa lembu-lembu itu kepada tujuan. Kalau Tuhan membawa lembu-lembu itu menuju kepada wilayah Israel, artinya memang benar Allah Israel yang membawa tulah kepada orang-orang Filistin selama 7 bulan. Artinya, raja-raja Filistin masih bertanya-tanya, bagaimana mungkin Allah Israel begitu dahsyat sehingga tidak ada allah-allah Filistin mampu melawan, itulah kenapa mereka mau menguji apakah betul tulah itu dilakukan oleh Allah Israel.
Ayat 8 menjelaskan bahwa benda-benda emas itu diletakkan pada peti yang lain, tidak di atas tabut Tuhan. Sedangkan ayat 9 menjelaskan bahwa dua ekor lembu tersebut adalah untuk menguji apakah benar Yahwe yang memberikan malapetaka tersebut. Kata “menguak” pada ayat 12 menunjukkan tanda kesedihan dari lembu-lembu itu. Sambil berjalan kedua lembu itu sebenarnya merintih karena harus meninggalkan anaknya di rumah. Raja-raja Filistin berjalan dibelakang kereta lembu, mereka mau melihat apa yang terjadi. Mereka ingin tahu (curious), apa benar bahwa Allah Israel yang memberikan tulah selama 7 bulan di wilayah mereka. Jadi, ini gambaran tentang Allah sedang memberikan wahyu kepada orang-orang Filistin.
Jelas sekali, Allah menunjukkan kepada orang Filistin bahwa Dialah yang memberikan tulah-tulah tersebut, bahwa Dia lebih hebat dari allah-allah Filistin. Bagaimanakah seharusnya orang Filistin merespon wahyu tersebut? Ya, seharusnya mereka menjadi percaya kepada Yahwe. Tetapi kita lihat respon mereka pada ayat 16, mereka hanya pulang. Jadi, “mereka hanya pulang” adalah frasa yang menunjukkan kekerasan hati manusia terhadap wahyu umum Tuhan. Mereka sama sekali tidak tergerak untuk menyembah Allah Israel yang sangat berkuasa dari pada allah-allah mereka.
Paulus berkata dalam Roma 1:18, “Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman.” Itulah yang biasa dilakukan manusia, menindas kebenaran dengan kelaliman. Di dalam kehidupan ini, melalui alam ini, melalui penciptaan Tuhan, melalui banyak hal yang terjadi, seharusnya setiap orang mengerti bahwa ada Allah pencipta. Memang lewat wahyu umum mereka tidak dapat mengerti ada Allah penebus tetapi setidak-tidaknya mereka dapat mengerti bahwa ada Allah pencipta yang harus mereka taati tetapi mereka menindas kebenaran dengan kelaliman.
Respon umat terhadap wahyu khusus Allah
Ayat 19 berbicara tentang Allah membunuh 70 orang Bet-Semes karena mereka melihat ke dalam tabut Tuhan. Rakyat itu berkabung karena Tuhan menghajar mereka dengan dahsyatnya. Ternyata umat Allah pun tidak menaati wahyu khusus Tuhan. Pada Bil. 4:15 “… tetapi janganlah mereka kena kepada barang-barang kudus itu, nanti mereka mati.” Jadi, mereka boleh mengangkat tetapi tidak boleh menyentuh. Dan, Bil. 4:20, “Tetapi janganlah orang Kehat masuk ke dalam untuk melihat barang-barang kudus itu walau sesaatpun, nanti mereka mati.” Juga, tidak boleh melihat.
Tuhan hanya memberikan wahyu umum kepada mereka yang bukan umat-Nya, tetapi Tuhan memberikan juga wahyu khusus kepada umat-Nya. Kita dapat melihat seringkali umat Allah itu sama bebalnya dengan orang yang tidak percaya (yang bukan umat Allah). Kalau kita heran kenapa orang tidak percaya tidak merespon dengan benar, ternyata orang percaya juga seringkali tidak merespon dengan benar.
Pada ayat 20, pertanyaan yang baik, “Siapakah yang tahan berdiri di hadapan TUHAN, Allah yang kudus ini?” Jawaban untuk pertanyaan ini, seharusnya adalah bertobat dan meminta ampun kepada Tuhan dan meminta petunjuk-Nya. Tetapi yang mereka lakukan adalah: “Kepada siapakah Ia akan berangkat meninggalkan kita?” terlihat sekali kalau umat Allah selalu memilih “jalan pintas.” Dengan kata lain: “O… siapakah yang dapat tahan? Kalau begitu kita singkirkan saja Tuhan.” Dan itu yang mereka pilih.
Hal mirip pada 1 Sam. 4, di mana mereka berperang dengan orang Filistin, dan mereka kalah, dan mereka menanyakan pertanyaan yang sangat baik, 1 Sam. 4:3, “Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini?” Seharusnya respon mereka adalah, “Marilah bertobat dan kita tanya Tuhan.” Namun, sayangnya respon mereka adalah “Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita.” Respon umat Tuhan seringkali bersifat mekanik dan jalan pintas. Memanglah, pertobatan memakan waktu dan tenaga, tetapi menyingkirkan tabut Tuhan dapat dilakukan dengan cepat. Kita suka menuduh “orang tidak percaya” begitu bebal, nyatanya “orang percaya” juga tidak kalah bebalnya. Mereka tidak peduli dengan apa yang Tuhan firmankan sehingga Tuhan harus memberikan tulah, bahkan setelah Tuhan memberikan tulah bukannya mereka bertobat melainkan malah memilih menyingkirkan Tuhan.
Alkitab katakan, misalnya Imamat 10:3 “… Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku.” Artinya, semakin seseorang dekat dengan Tuhan semakin Tuhan menuntut kekudusan yang lebih, tanggungjawab yang lebih. Apa respon kita ketika kita mendengar perkataan firman Tuhan ini? Banyak orang malah berpikir “jangan dekat-dekat sama Tuhan”. Tuhan menuntut kekudusan yang lebih kepada orang yang karib kepada-Nya tetapi penyertaan Tuhan juga lebih kepada orang karib kepada-Nya. Herannya, kita tidak pernah menganggap bahwa ini sesuatu yang berharga untuk diperjuangkan.
Refleksi
Sering di benak kita timbul pertanyaan, “Kenapa kepada orang-orang yang melanggar kekudusan Tuhan, Tuhan harus membunuhnya?” Dengan timbulnya pertanyaan ini menunjukkan betapa kita tidak mengerti akan kekudusan Tuhan. Bagi kita nyawa manusia lebih penting dari pada kekudusan Tuhan, padahal kekudusan Tuhan adalah di atas segala-galanya. Nyawa manusia memang berharga karena diciptakan dalam gambar Allah, tetapi bila dibandingkan dengan kekudusan Tuhan maka harga nyawa manusia tidak ada apa-apanya.
Hukuman Tuhan di bumi belum mencerminkan hukuman Tuhan yang adil. Kelak, saat penghakiman terakhir, Tuhan akan memberikan penghukuman yang adil. Hukuman di bumi atas seseorang bukan berarti ia pasti tidak selamat, sebab hukuman itu bisa juga Tuhan pakai untuk efek jera bagi yang lain. Karena itu pada permulaan suatu era, Tuhan akan memberikan hukuman yang lebih berat. Misalnya terhadap Nadab dan Abihu (permulaan keimaman), Akhan (permulaan penaklukan), dan di PB terhadap Ananias dan Safira (permulaan gereja). Juga di Bet-Semes, sebagai permulaan era Samuel. Semua hukuman Tuhan ini guna mengingatkan umat-Nya bahwa betapa penting kekudusan Tuhan.
Ibrani 10:26-29 menjelaskan kepada kita, hukuman Tuhan sangat berat dan mengerikan bagi mereka yang menganggap najis darah perjanjian dan yang menghina Roh Kudus. Hukuman Tuhan dalam PB jauh lebih berat bila dibandingkan dengan yang Tuhan lakukan di PL. Orang PB yang tidak taat kepada Tuhan, hukumannya jauh lebih berat dari pada orang PL yang tidak taat kepada Tuhan.
[ Ev. Inawaty Teddy
]

Persekutuan Studi Reformed
31 Agustus 2018