KEADILAN TUHAN
 
_oOo_
 
PENGANTAR
Banyak orang Kristen berpikir: “Karena Allah itu baik dan pemurah, tentu Allah dapat melewatkan dosa yang aku perbuat, Allah tidak memperhitungkannya.” Pemikiran seperti ini salah sama sekali dan hanya bentuk dari pembelaan diri. Tuhan berkata, Kel. 23:7, “Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah.” Jadi, Allah pasti menghukum setiap dosa secara penuh, walaupun kita menganggap dosa yang kita lakukan itu hanya dosa kecil. Hal ini sesuai dengan pertanyaan ke-12 Katekismus Heidelberg, “Menurut hukuman Allah yang adil itu kita patut mendapat hukuman di dunia dan di akhirat. Maka adakah cara kita dapat luput dari hukuman itu dan beroleh kembali anugerah Allah?”
 
Ketika membaca Kitab Perjanjian Lama (PL), sebagian orang bisa saja tidak akan suka dengan gambaran tentang Allah yang digambarkan PL. Bahkan ada yang menggambarkan bahwa Tuhan di dalam PL adalah Pribadi yang tidak penuh kasih, mencintai pembunuhan, dan tidak menghargai nyawa manusia. Apakah benar Allah itu tidak memiliki kasih, atau malah sebaliknya bahwa Allah itu penuh kasih, kudus dan sangat membenci dosa?
Tuhan menciptakan manusia agar manusia mengenal Dia, mengasihiNya dan dapat menikmati hubungan intim denganNya sama seperti manusia dapat menikmati dunia di mana mereka ditempatkan. Namun, berkaitan dengan hubungan ini, Tuhan memberikan manusia sebuah pilihan, dan Adam sudah menentukan pilihannya mewakili seluruh manusia, yaitu memilih untuk menjadi sama seperti Tuhan dari pada tunduk kepadaNya. Akibatnya, manusia mati secara rohani saat itu juga dan mati secara fisik pada usia yang ditentukan Allah. Manusia telah menggali jurang yang dalam untuk memisahkan dirinya dengan Sang Pencipta. Karena tidak boleh ada dosa di hadapan Allah yang kudus, maka Ia menjauhkan manusia dari padaNya. Lalu, pertanyaannya, sesuai dengan pertanyaan ke-13 Katekismus Heidelberg, “Dapatkah kita melaksanakan pelunasan dengan berupaya sendiri?”
 
Ketika manusia jatuh ke dalam perhambaan oleh dosa, sebenarnya sejak itu manusia selalu berusaha berdamai dengan Allah, salah satu cara untuk berdamai tersebut adalah dengan menyembelih binatang sebagai korban penghapus dosa. Konsep berkorban dengan menyembelih binatang juga dilakukan lewat perantaraan imam-imam yang membawa korban itu ke Ruang Maha Suci di Bait Allah. Namun, semua cara ini tidak dapat memuaskan Allah. Allah membiarkan dan menginginkan konsep berkorban ini dilakukan oleh umat Israel karena ini menjadi bayang-bayang dari korban penghapus dosa yang sejati. Mungkinkan ditemukan suatu makhluk semata, yang dapat melaksanakan pelunasan bagi kita? (pertanyaan ke-14 Katekismus Heidelberg) Jawabnya, tidak mungkin. Jadi, Pengantara dan Penebus yang bagaimanakah yang perlu kita cari? (pertanyaan ke-15 Katekismus Heidelberg) Yaitu, seorang Pengantara dan Penebus yang adalah manusia sejati, dan benar, tetapi yang kekuatanNya melebihi segala makhluk, artinya yang juga Allah yang sejati.
Allah itu benar dan adil, bersifat adil berarti bahwa Allah menopang tatanan moral semesta alam, dan dalam perlakuanNya terhadap umat manusia Ia bersikap benar dan tidak berdosa. Tekad Allah untuk menghukum orang berdosa dengan maut bersumber pada keadilanNya; Allah marah terhadap dosa karena Allah mengasihi kebenaran. Dia menyatakan murkaNya terhadap segala bentuk kefasikan, khususnya penyembahan berhala, ketidak-percayaan, dan perlakuan tidak adil terhadap sesama manusia.
 
Kata “adil,” dalam bahasa Ibrani adalah “tsedaqah” (http://alkitab.sabda.org/strong.php?id=06666). Dipakai di dalam Hakim 5:11 untuk menyebutkan “perbuatan Allah yang adil.” Juga dipakai di dalam 2 Sam. 15:4, Amsal 3:33, dan Yesaya 58:2-3. Di dalam Maz. 51:16, Daud menghubungkan “terlepas dari hutang darah” dengan “lidahnya akan bersorak-sorai memberitakan keadilan Tuhan,” di sini Daud bukan meminta dirinya dibenarkan atas pengakuannya akan dosa-dosanya melainkan Daud meminta penebusan. Jadi, tsedaqah telah Daud pakai untuk meminta penebusan akan dosa-dosanya, artinya Daud telah melihat bahwa keadilan Tuhan sangat erat hubungannya dengan penebusan dosa, bahwa Tuhan akan memenuhi janjiNya sendiri akan penyelamatan, walaupun manusia tidak layak menerimanya (bandingkan Maz. 31:1; 103:17; 143:1). Di dalam Yesaya 45:21, dihubungkan kedekatan antara “Allah yang adil” dan “Juruselamat,” artinya Allah itu Juruselamat sebab adil. Juga, di dalam 1 Yohanes 1:9 menyebutkan Allah adil dan Ia mengampuni dosa-dosa kita. Sedangkan di dalam Roma 3:26, kita harus memahami “keadilan Allah” dalam hal menghukum orang berdosa dan membenarkan orang yang percaya kepada Yesus Kristus.
 
Keadilan Tuhan dalam PL
 
Untuk memahami keadilan Tuhan di PL, kisah pertama yang menarik adalah peristiwa Sodom dan Gomorah (Kej. 18:23-33). Dalam kisah ini, Tuhan hendak melaksanakan keadilanNya atas kota Sodom dan Gomorah karena dosa-dosa mereka sudah sangat berat (Kej. 18:20). Namun, sebelum Tuhan menghukum kota Sodom dan Gomorah, Tuhan menawarkan pengampunanNya lewat Abraham. Dalam percakapan Abraham dengan Tuhan, disepakati, jika ada sepuluh saja orang benar di dalam kota Sodom dan Gomorah maka Tuhan akan membatalkan penghukumanNya, ternyata tidak ada yang mau menerimanya, kecuali empat orang, yaitu Lot, istrinya, dan dua anak perempuannya. Istri Lot kemudian menjadi tiang garam (Kej. 19:20) karena ia menoleh ke belakang. Istri Lot menjadi perlambangan bahwa penghukuman Tuhan tetap terjadi kepada mereka yang sudah menerima anugerah pengampunan tetapi masih mencintai kehidupan lama yang berdosa. Sedangkan Lot, melalui persetubuhan dengan kedua putrinya, menjadi bapa bagi orang Moab dan bani Amon, dua bangsa yang tidak mengenal Tuhan.
Kisah kedua yang menarik dalam PL adalah kisah Rahab (Yosua 2:9-13; 6:25), seorang wanita pelacur dari kota Yerikho. Dalam kisah ini, Rahab menjadi perlambangan bahwa Tuhan menawarkan kasih karuniaNya berupa pengampunan kepada orang Yerikho yang dosa-dosanya sudah penuh. Pada waktu itu, Tuhan hendak melaksanakan keadilanNya atas penduduk Yerikho, yaitu penghukumanNya melalui bangsa Israel kepada orang-orang Yerikho. Namun, sebelum penghukuman tersebut dilaksanakan, Tuhan membuka pintu pengampunan bagi siapa saja yang mau menerimanya, tetapi tidak ada satupun penduduk Yerikho yang mau menerima pintu pengampunan dari Allah Israel, kecuali Rahab, wanita yang dianggap rendah, juga orang-orang yang tinggal satu rumah dengan dia. Rahab dituliskan lagi dalam Matius 1:5, wanita ini muncul dalam silsilah Yesus Kristus.
 
Selanjutnya, Tuhan telah memberikan umat-Nya sebuah wilayah yang menjadi milik mereka. Akankah kedua belas suku Israel menjadi umat pilihan Tuhan yang sejati dan memenuhi tujuan-tujuan Tuhan atas keberadaan mereka? Ataukah, mereka akan berpaling dari Tuhan dan memandang rendah Hukum-HukumNya seperti yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka ketika mengembara di padang gurun? Anda mungkin tidak akan menyukainya karena di sinilah dimulainya era persundalan rohani bangsa Israel, meskipun pada akhirnya, tetap ada di beberapa kejadian di mana umat Israel berbalik kepada Allah seperti misalnya yang terjadi dalam kisah raja Daud, raja Hizkia dan raja Yosia, namun kita dapat membaca juga cerita-cerita yang mengerikan di mana raja-raja Israel justru membawa bangsanya untuk menyembah ilah-ilah lain. Salah satu yang terkenal adalah raja Salomo, pada masa muda ia hidup dalam hikmat Allah dan bersandar kepada Tuhan, namun pada masa tua ia meninggalkan Allah Israel dan menyembah ilah-ilah lain, sungguh tindakan yang mendukakan hati Allah (1 Raja. 11:4-8).
Ketika nabi Yeremia diutus Allah kepada umat Israel, pada saat itu, umat Israel sudah terlibat jauh dengan persundalan rohani. Melalui nabi Yeremia, Allah berfirman sebagai seorang kekasih yang terluka. Dia berdiri di hadapan mempelai perempuanNya, umat pilihanNya dengan hati yang hancur. Umat yang Dia pilih dan Dia sebut sebagai umat kepunyaanNya tidak sekedar meninggalkan Dia, tetapi juga melakukan pelacuran rohani. Israel telah menjadi pelacur rohani, dengan tanpa malu memberikan dirinya dari satu kekasih ke kekasih yang lain. Setelah menunggu sekian lama agar bangsa Israel kembali, akhirnya Tuhan merasa sudah cukup waktunya untuk menyatakan keadilanNya, maka Tuhan menghukum umatNya itu.
 
Sekalipun Allah hendak melaksanakan keadilanNya, yakni menyatakan penghukuman atas Israel, umatNya sendiri, namun kita masih dapat membaca tentang kerinduanNya memanggil pulang mempelaiNya, Tangan Tuhan terbuka lebar dan Dia sungguh rindu mengampuni Israel umatNya sendiri dan memeluknya. Tetapi suatu ironi, sampai tembok Yerusalem hancur, Israel masih saja menolak Dia. Kita dapat membaca dan memahami kerinduan Tuhan tersebut karena Yeremia membagikannya kepada kita. Nabi Yeremia, lebih dari sekedar juru bicara Allah, ia juga meratap dan menangisi bangsanya sendiri yang akan segera merasakan konsekwensi penuh dari keadilan Allah yakni penghukuman Allah atas Israel karena dosa-dosa mereka.
 
Keadilan Tuhan vs Kasih Tuhan
 
Yesus Kristus, yang disebut sebagai “Orang Benar” (Mat. 27:19; Kis. 7:52; Rm. 3:26) karena mengasihi kebenaran dan membenci kejahatan. Perhatikan, keadilan Allah tidak bertentangan dengan kasih Allah. Sebaliknya, untuk memuaskan keadilan Allah, Dia mengutus Yesus ke dalam dunia sebagai karunia kasihNya dan Yesus sebagai korbanNya karena dosa, demi kita, supaya memperdamaikan kita dengan diriNya sendiri. Penyataan Allah yang terakhir akan Diri-Nya ialah Yesus Kristus; dengan kata lain, jikalau kita ingin sepenuhnya mengerti kepribadian Allah, kita harus memandang kepada Kristus, sebab dalam Dia berdiam seluruh kepenuhan ke-Allahan.
Manusia tidak dapat sendiri menghapus dosa-dosa yang diperbuatnya. Segala bentuk persembahan binatang yang disebutkan di dalam PL sebagai korban penghapus dosa, sesungguhnya hanya bayang-bayang dari penggenapan akan penghapus dosa yang sejati, yakni Tubuh dan Darah Kristus. Karena binatang diciptakan bukan dalam gambar dan rupa Allah maka binatang tidak mungkin memuaskan keadilan Allah, bahkan malaikat-malaikat pun tidak. Ibrani 2:14-17 menjelaskan, korban penghapus dosa yang sejati haruslah benar-benar manusia yang tanpa cacat, tanpa cela dan tanpa dosa. Tetapi Allah mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus, ke dunia untuk membayar hukuman itu bagi kita (Rm. 5:8-11; 6:23) dan membuat keselamatan tersedia bagi semua orang yang percaya dalam nama-Nya (Yoh. 1:12; 3:15- 17; 20:31).
 
Kebenaran Allah dinyatakan dengan menyediakan keselamatan sebagai hadiah gratis untuk orang-orang berdosa yang percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka. Keselamatan ini gratis dan dihadiahkan berdasarkan pada kasih karunia dan rahmatNya yang kita terima melalui iman percaya kita (Rm. 3:23-26; Ef. 2:3-7). Allah memberikan rahmat dan karuniaNya tanpa mengabaikan keadilanNya, tetapi justru diberikan karena keadilanNya. Karena kasih Allah kepada kita begitu besar sehingga meskipun fakta bahwa dosa kita menuntut kita mati/binasa, Dia mengutus AnakNya untuk mati menjadi pengganti kita di atas kayu salib, hal ini menunjukkan bahwa keadilanNya tidak dilanggar, melainkan dipenuhi. (1 Tes. 1:10; 5:9). Oleh karena kasihNya maka Allah membebaskan kita dari hukuman dosa yang seharusnya kita tanggung; dan karena keadilanNya, Allah tetap menghukum dosa kita dengan menimpakan hukuman dosa kita itu kepada Yesus. Kitab Wahyu mengungkapkan keadilan Allah dalam segala kemuliaannya pada saat-saat akhir, yakni ketika orang-orang kudus menonton kehancuran bumi, lagu yang mereka nyanyikan adalah tentang penghakiman Allah yang adil atas penduduk bumi karena dosa utama mereka yaitu menolak Kristus (Wahyu 11:16-18; 15:3-4; 16:7; 19:14).
 
Refleksi
 
Kita sedang berbicara tentang bagaimana caranya kita dapat terlepas dari penghukuman karena dosa, dan dari Hukum Taurat dijelaskan bahwa harus ada yang kita persembahkan bagi Allah, harus ada yang kita korbankan. Jadi, Tuhan menuntut persembahan. Tetapi, sebagai orang yang dikuasai oleh dosa, kita tidak dapat berbuat baik bagi Allah. Di sini, yang kita perlukan adalah kasih Allah yang membuat kita memiliki iman, sehingga kita dapat percaya bahwa Tubuh dan Darah Yesus itulah korban penghapus dosa yang sejati.
Jelas dari pelajaran ini, setiap dosa kita pasti mendatangkan hukuman, dan tidak ada satu pun yang dapat menggantikan kita untuk menerima hukuman tersebut, binatang tidak bisa, manusia tidak bisa, malaikat pun tidak bisa. Di sini kita diajarkan, hanya Yesus manusia sejati, tanpa cacat, tanpa cela, dan tidak berdosa, yang dapat menggantikan kita sehingga kita terbebas dari hukuman akibat dosa. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mewaspadai munculnya ajaran-ajaran palsu yang secara halus disampaikan kepada kita bahwa Allah itu baik dan sangat pemurah sehingga Allah berkenan mengabaikan dosa-dosa kita. Sebagai contoh, tentang LGBT, banyak yang berkata dengan dasar ilmu psikologi bahwa LGBT adalah kodrat manusia, sehingga LGBT tidak Allah perhitungkan sebagai dosa. Ini jelas ajaran sesat.
 
Oleh kasih Allah maka kita boleh disebut “orang kudus,” yakni kasih Allah oleh karena percaya kita kepada Kristus Yesus. Tetapi, dengan sebutan “orang kudus” bukan berarti kita boleh melakukan dosa dengan pemikiran bahwa dosa kita ini tidak akan diperhitungkan Tuhan. Alkitab menyebut kita sebagai “orang kudus” bukan karena banyaknya “amal perbuatan baik” kita, melainkan semata-mata oleh anugerah Allah di dalam Yesus Kristus. Paulus berkata, “Jikalau roti sulung adalah kudus, maka seluruh adonan juga kudus, dan jikalau akar adalah kudus, maka cabang-cabang juga kudus” (Rm. 11:16). Jadi, sesuai dengan perkataan Alkitab, bagi setiap orang Kristen, “kekudusan hidup” bukanlah sebuah pilihan, melainkan “kekudusan hidup” adalah keharusan untuk dikerjakan. Penulis Ibrani menegaskan, “kekudusan” adalah sesuatu yang kita kerjakan dalam maksud agar kita dapat “melihat” atau merasakan Allah (Ibr. 12:14). “Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus” (1 Tes. 4:7). “Mengerjakan kekudusan” adalah proses terus menerus yang harus kita lakukan sebagai bentuk bahwa kita sementara mempersembahkan diri kita bagi Allah. Ketika seorang suami Kristen menolak melakukan selingkuh sebagai bentuk dari mengerjakan kekudusan bagi Allah maka nyatanya dia telah mempersembahkan dirinya bagi Allah di dalam Kristus Yesus. Di dalam mengerjakan kekudusan inilah, maka kita sementara mempersembahkan diri kita kepada Allah.
 
Terpujilah Kristus. Amin.
[ Gogona]
Persekutuan Studi Reformed
15 November 2018
 
Pin It
 
Referensi
 
 
Ursinus, Zakharias, and Caspar Olevianus. Pengajaran Agama Kristen: Katekismus Heidelberg. BPK, 2015.
 
 

 
Copyright © Persekutuan Studi Reformed
 
 
Persekutuan Studi Reformed
Contact Person: Sdri. Deby – 08158020418
 
About Us  |   Visi  |   Misi  |   Kegiatan