Renungan Harian [ Kamis, 07 April 2022 ]
Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia (Galatia 6:14).
Di bagian akhir suratnya kepada jemaat Galatia ini, Rasul Paulus perlu memberikan peringatan terakhir (final warning) kepada jemaat yang dikasihinya ini agar tetap berpegang teguh pada Injil yang sudah mereka terima. Di sini, sang Rasul Kristus melihat gelagat ketidakberesan telah terjadi di sana, dimana terdapat sekumpulan Yahudi Kristen (Judaizers) berusaha memaksa jemaat untuk disunat dengan dalih ketaatan pada hukum Musa sekaligus upaya untuk menghindarkan diri mereka dari aniaya karena salib Kristus (Gal. 6:12). Namun dibalik itu semua, rupanya Paulus melihat adanya motif terselubung di dalam hati mereka, yaitu ingin menonjolkan diri (showing off) dan membanggakan diri. Di katakan di sana, mereka bermegah di dalam sesuatu yang lahiriah (boast in flesh). Yang menjadi tujuan utama mereka sesungguhnya bukan pada ketaatan jemaat terhadap hukum Allah, tapi bagaimana mereka bisa memamerkan kesuksesan mereka dalam mengkonversi sebanyak mungkin jemaat menjadi Yahudi sejati. Yang mereka kehendaki hanyalah bagaimana nama mereka boleh dikenal dan dikenang sebagai seseorang yang sukses besar dalam pelayanan jemaat. Bagi mereka, pelayanan cuma dijadikan ajang pamer, show off demi popularitas dan kebanggaan diri.
Namun, apa yang menjadi obsesi Paulus berbeda 180 derajat dengan apa yang menjadi obsesi mereka (Judaizers). Ia sama sekali tidak tertarik untuk bermegah di dalam kesuksesan, nama baik, popularitas, dan segala kemegahan lahiriah yang sering dicari dan dikejar oleh banyak orang. Bagi Paulus, hanya di dalam satu hal saja ia ingin bermegah, yaitu salib Tuhan Yesus Kristus. Kita tentu mengetahui, di zaman itu salib dianggap sebagai lambang penderitaan, lambang kehinaan, lambang kutukan, lambang kekalahan, dan lambang kematian yang mengerikan. Tapi di sini justru dikatakan, Paulus hanya ingin bermegah di dalamnya. Bukankan ini sebuah kebodohan? Di dalam 1 Korintus 1:18, Paulus menjawabnya: “Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah.” Bagi Paulus, salib Kristus bukan sebuah kebodohan, tetapi kekuatan Allah yang menyelamatkan. Salib adalah lambang keselamatan. Karena itu, pemberitaan tentang salib Kristus, berita kematian dan kebangkitan-Nya, adalah pusat dan jantung dari seluruh pemberitaan sang Rasul, di mana melaluinya orang berdosa ditebus dan didamaikan dengan Allah Bapa. Inilah berita Injil, kabar baik yang ia banggakan dan perjuangkan, dimana saat ini kita boleh berpegang dan berdiri teguh di dalamnya.
Lalu, apa artinya bermegah di dalam salib Kristus? Philip Graham Ryken di dalam tafsirannya atas Surat Galatia mengatakan: “Bermegah di dalam Kristus berarti tidak sekadar percaya bahwa Yesus mati untuk dosa-dosa kita, tapi juga berarti menghidupi sebuah kehidupan yang disalibkan (living a crucified life). Di dalam kematian Kristus, dunia disalibkan bagi kita dan kita bagi dunia. Maksudnya, seluruh sistem, nilai, prinsip-prinsip dunia dengan segala kemuliaannya yang melawan Allah tidak lagi berkuasa untuk menarik kita masuk ke dalamnya dan mengontrol kehidupan kita, karena kita sudah mati untuknya. Namun sekarang kita yang sudah ditebus ini, kini boleh hidup bagi Kristus dan boleh bermegah di dalam salib-Nya. Martyn Llyod Jones di dalam sebuah buku devosi hariannya pernah menuliskan: “The Christian is a man who does not only believe in the cross - he glories in it”.
[ Nikson Sinaga
]

Persekutuan Studi Reformed