Renungan Harian [ Kamis, 28 April 2022 ]
Di kitab Ibrani 10:5-7 dikatakan: “Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: “Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki--tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku. Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” Penulis Ibrani menegaskan bahwa seluruh korban persembahan yang pimpin Imam Besar di Perjanjian Lama bukanlah realitas sesungguhnya.
Penulis kitab Ibrani ingin menegaskan bahwa korban bakaran dan korban penghapus dosa yang dipersembahkan oleh Imam Besar di Bait Suci setiap tahun dan dilakukan berulang-ulang sebagaimana yang dikehendaki hukum Taurat tidak mungkin dapat menghapuskan dosa manusia. Pengulangan ritual persembahan korban tersebut justru ingin mendemonstrasikan betapa kuatnya cengkeraman dosa dan melalui Tauratlah manusia menyadari keberdosaannya itu. Darah binatang (lembu jantan dan domba jantan) yang dicurahkan sebagai korban secara kualitas tidak layak dan tidak mungkin dapat membayar hutang dosa manusia di hadapan Allah. Karena semuanya itu bukanlah realitas yang sesungguhnya, tapi hanya bayang-bayang (foreshadow) dari realitas keselamatan sesungguhnya yang akan datang melalui pengorbanan Anak domba Allah, Yesus Kristus. Sebagaimana yang Yohanes katakan ketika ia melihat Yesus datang kepadanya: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia. (Yoh. 1:29).
Di sini, Alkitab dengan jelas ingin menyatakan bahwa inisiator keselamatan tidak mungkin berasal dari diri manusia berdosa. Hanya Allah sajalah sang inisiator yang menyediakan keselamatan. Karena itu dikatakan: “tetapi Engkau (Allah) menyediakan tubuh bagiku (Yesus),” sang Anak domba Allah itu, supaya ia bisa mati disalibkan demi menghapus dan menebus dosa manusia. Ia dengan rela menyerahkan diri-Nya, tubuh-Nya sendiri untuk disalibkan dan mati sebagai korban sejati (true sacrifice) di hadapan Allah. Kematian-Nya merupakan manifestasi ketaatan-Nya yang sempurna di dalam menjalankan tugas yang diperintahkan Bapa-Nya, sebagaimana yang Paulus katakan di Filipi 2 ayat 8: “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia (Kristus Yesus) telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” Karena itu, kematian Kristus adalah satu-satunya kematian yang berada di dalam rencana dan kehendak Allah dan kematian-Nya memberikan manfaat bagi kita yang beriman kepada-Nya. Kematian-Nya menjadi jalan pendamaian kita dengan Allah, menjadi jalan pembenaran bagi kita, dan menjadi jalan keselamatan bagi kita.
Kristus Yesus, sang Anak domba Allah, yang dengan rela sudah menyerahkan tubuh-Nya sendiri untuk mati disalibkan sebagai korban sejati seharusnya membawa kita kepada suatu respon untuk juga mempersembahkan tubuh kita sebagai korban persembahan sejati kepada Allah, sebagaimana yang Paulus katakan di Roma 12 ayat 1: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Karena itulah yang dikehendaki Allah bagi kita dan Ia mau kita hidup taat di dalamnya.
[ Nikson Sinaga
]

Persekutuan Studi Reformed