Renungan Harian [ Kamis, 12 Mei 2022 ]
Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri (Yohanes 6:15)
Suatu mujizat besar terjadi ketika Yesus memberi makan lima ribu orang hanya dengan dua roti dan lima ikan (Yoh.6:1-13). Ini mungkin bisa dikatakan adalah suatu puncak dari mujizat (peak of His miracles) yang dilakukan-Nya karena melibatkan banyak orang dan tentunya membawanya kepada puncak popularitas (peak of His popularity). Maka tak heran jika kemudian mereka yang menyaksikan peristiwa itu berkata bahwa Ia adalah seorang Nabi yang akan datang ke dalam dunia. Di sini, memori mereka tertuju pada apa yang pernah dikatakan dalam Ulangan 18:15-19, bahwa TUHAN akan membangkitkan seorang nabi seperti Musa yang akan hadir di tengah-tengah mereka. Mujizat yang dilakukan Yesus itu mengingatkan mereka kembali dengan apa yang telah dilakukan Musa pada waktu ia memimpin nenek moyang mereka keluar dari perbudakan Mesir melewati padang gurun yang juga ditandai dengan mujizat besar, yaitu turunnya roti (manna) dari surga.
Sebagaimana Musa pertama (the first Moses) pada masa lalu telah membebaskan nenek moyang mereka dari cengkraman perbudakan Mesir, maka Yesus sebagai Musa kedua (the second Moses), pikir mereka, tentu akan melakukan hal yang sama, yaitu membebaskan mereka dari cengkraman penindasan Romawi. Karena itulah mereka hendak membawa dan memaksa-Nya untuk menjadi raja (Yoh. 6:14).
Dengan popularitas tinggi dan jumlah pengikut yang bertambah besar tentu tidak sulit bagi Yesus untuk mendapuk diri-Nya sendiri sebagai raja. Kekuasaan itu sudah ada di depan mata-Nya, tapi justru Ia menolaknya, karena Ia tahu bahwa ini bukan jalan yang dikehendaki Bapa dan bukan tujuan (telos) Bapa mengutus-Nya ke dalam dunia. Itu sebabnya Ia berusaha menghindari orang banyak itu dan menyingkir ke gunung. Ia tidak mau hal itu menginterupsinya menjalankan pekerjaan Bapa yang mengutus-Nya karena untuk itulah Ia datang.
Yesus tahu dan mengerti bahwa kedatangan-Nya ke dalam dunia memiliki satu tujuan, yaitu untuk melakukan kehendak Bapa yang mengutus dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Ia pernah berkata: “Makananku adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yoh. 4:34). Lalu, apakah kehendak dan pekerjaan Bapa itu? Ia berkata: “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman (Yoh.6:38-40). Dan Yesus menggenapi seluruh kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya itu dengan tuntas melalui karya kematian dan kebangkitan-Nya di kayu salib.
Dari sini kita boleh belajar satu hal bahwa tidak boleh ada satupun di dalam hidup kita yang boleh menginterupsi pekerjaan Allah yang dianugerahkan kepada kita selain kita harus menjalankan dengan setia dan menyelesaikannya. Tentu bukan perkara mudah karena kita (ataupun saya sendiri) sering kali mengabaikan dan bahkan melanggarnya. Kiranya Tuhan mengampuni dan memberi anugerah kekuatan untuk berjuang menjalankannya.
[ Nikson Sinaga
]

Persekutuan Studi Reformed