Renungan Harian, Selasa 19 Juli 2022
Selamat pagi,
renungan bacaan kita pada hari ini adalah sebagai berikut:
“Tetapi, TUHAN semesta alam, yang menghakimi dengan adil, yang menguji batin dan hati, biarlah aku melihat pembalasan-Mu terhadap mereka, sebab kepada-Mulah kuserahkan perkaraku.” (Yeremia 11:20)
Perkataan TUHAN yang begitu keras tidak membuat Yehuda menjadi takut dan kembali kepada perjanjian yang TUHAN buat di gunung Sinai, melainkan mereka membuat persepakatan untuk melawan nabi-Nya Yeremia. “Marilah kita binasakan pohon ini dengan buah-buahnya! Marilah kita melenyapkannya dari negeri orang-orang yang hidup, sehingga namanya tidak diingat orang lagi!” (Yeremia 11:19). Orang-orang Anatot yang juga adalah tempat kelahiran Yeremia memiliki kesepakatan dan solidaritas kejahatan yang sama yakni bersama-sama untuk membunuh Yeremia. Kata-kata solidaritas itu dinyatakan dalam perkataan “marilah kita binasakan, marilah kita lenyapkan.” Tujuannya adalah tidak hanya menghilangkan nyawa Yeremia secara fisik tetapi juga menghilangkan secara rohaniah yaitu nubuatan yang Yeremia katakan mengenai penghakiman dan kehancuran Yerusalem. “Janganlah bernubuat demi nama TUHAN, supaya jangan engkau mati oleh tangan kami!” (Yer. 11:21).
Dalam renungan ini kita coba melihat pemikiran dari seorang Franzt Fanon. Dia bukan seorang pemikir besar seperti Jean-Paul Sartre dan Karl Max, namun demikian pemikirannya banyak dipengaruhi oleh kedua tokoh ini dalam mengkritisi humanisme dunia barat terkait kolonialisme. Dekolonialisme sebuah revolusi menuju humanisme baru adalah salah satu pokok pemikirannya. Prinsip humanisme yang baru dari seorang Fanon adalah solidaritas atas dasar penderitaan dunia yang sama tanpa memandang warna kulit, ras maupun geografi. Orang menderita itu harus bersolidaritas bersama dengan orang lain untuk meringankan penderitaan karena kekerasan, penindasan maupun perebutan kekuasaan. Namun demikian bagi kita solidaritas Franzt Fanon tetap tidak terlepas dari tindakan kekerasan melawan kolonialisme dan humanisme dunia barat, karena sebenarnya tidak ada solidaritas yang abadi selain hanya solidaritas yang sama di dalam kejahatan.
Renungkan, apa yang dilakukan oleh Yeremia ketika ia menghadapi kesepakatan jahat dari orang-orang Anatot? Orang-orang Anatot memiliki solidaritas yang sama karena sama-sama “menderita” mendengar nubuatan Yeremia dan memakai cara kekerasan di dalam solidaritas untuk membunuh Yeremia. Tetapi tidak dengan Yeremia, dia tidak menempuh dengan cara kekerasan terhadap orang-orang Anatot karena solidaritas Yeremia adalah bersama dengan TUHAN, karenanya Yeremia menyerahkan segala perkaranya kepada TUHAN sebab pembalasan adalah milik-Nya TUHAN sebagai hakim yang adil dan TUHAN yang akan melakukan pembalasan terhadap kejahatan orang-orang Anatot. “Sebab itu beginilah firman TUHAN semesta alam: "Sesungguhnya, Aku akan menghukum mereka: pemuda-pemuda mereka akan mati oleh pedang, anak-anak mereka yang laki-laki dan perempuan akan habis mati kelaparan; tidak ada yang tinggal hidup di antara mereka, sebab Aku akan mendatangkan malapetaka kepada orang-orang Anatot pada tahun hukuman mereka.” (Yer. 11:22-23)
Selamat beraktifitas dan salam sejaro (sehat jasmani dan rohani).
Tuhan memberkati.
[ Mulatua Silalahi
]

Persekutuan Studi Reformed