Selamat pagi.

Paulus kecewa, marah, dan sangat putus asa terhadap orang-orang Yahudi yang terus menerus bersikap memusuhi dan menghujatnya. Dalam kemarahan itu, Paulus memutuskan untuk tidak mau lagi memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi. “Biarlah darahmu tertumpah ke atas kepalamu sendiri,” seru Paulus dalam kemarahannya kepada orang-orang Yahudi, “mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain,” Kisah 18:6.

 

Paulus telah bersikap seperti Yunus yang berpikir bahwa orang Ninewe tidak layak diselamatkan. Paulus menggunakan “sisi lemah dirinya” (kesombongan) untuk memutuskan “layak-tidaknya” firman Tuhan bagi segolongan orang.

 

Sebagai Rasul, Paulus telah mendukakan Roh Kudus, maka Tuhan melakukan koreksi terhadap keputusan Paulus. “Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam!” perintah Tuhan kepada Paulus, Kisah 18:9. Paulus telah belajar dari kejatuhannya itu, maka Paulus berkata, “tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah,” 1 Korintus 1:24.

 

Penulis Kisah Para Rasul, yakni Lukas, menjadi saksi mata atas kejatuhan Rasul Paulus itu. Lukas menuliskan “sisi lemah” tersebut dengan bahasa yang halus. Lukas ingin kita memahaminya, sebab kita seharusnya dapat belajar dari kejatuhan Paulus itu.

 

Siapakah yang dapat menduga dan memahami kesombongan dirinya sendiri? TIDAK SEORANG PUN…! Sebab, kesombongan lahir dari keberhasilan dan ia bertindak di saat kekecewaan. Kesombongan seketika menistakan Roh Kudus, dan ia menempatkan firman Tuhan sebagai kebodohan.

 

Tetapi, Paulus telah mengetahui dan memberitahu kita CARA MUDAH dan BERNILAI KEKEKALAN untuk meruntuhkan kesombongan, yaitu: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong,” 1 Korintus 13:4.

 

Terpujilah Kristus. Amin.

Persekutuan Studi Reformed