Injil dan Penebusan Dalam Kisah Alkitab
_oOo_
Sentralitas Injil: Kematian dan Kebangkitan Kristus
John Stott pernah berkomentar, “Christianity is in its very essence a resurrection religion. The concept of resurrection lies at its heart. If you removed it, Christianity is destroyed.” Adrian Warnock di dalam bukunya, Raised With Christ, menegaskan, “True Christianity does not exist without a belief in Jesus’ resurrection.”
Bagi John Stott dan Warnock, kekristenan adalah Kristus. Ketika kekristenan telah dilepaskan dari Kristus, pada saat itulah kekristenan akan runtuh. Demikian pula ketika Kristus hanya dikaitkan dengan kematian-Nya, namun dilepaskan dari kebangkitan-Nya, maka pada saat itupun kekristenan dengan sendirinya juga akan hancur. Itu sebabnya kebangkitan Kristus merupakan jantung sekaligus fondasi utama dari iman kepercayaan kita. Apabila fondasi itu runtuh, maka runtuh pula iman kepercayaan kita.
Paul E Little di dalam bukunya, Know Why You Believe, pernah berkata, “If Christ did not rise from the dead, Christianity is an interesting museum piece and nothing more “Both friends and enemies of Christianity have recognized the resurrection of Jesus Christ to be the foundation stone of the faith.”
Rasul Paulus pernah berkata, “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci.” “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami, dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.”
Inilah inti dari pembelaan iman sekaligus pernyataan Injil (Gospel Statement) paling otentik yang Paulus nyatakan dan perjuangkan di seluruh kehidupan pelayanannya.
Bagi Paulus, Injil adalah kisah tindakan penebusan Allah (God’s Redemption) yang tergenapi di dalam pribadi Yesus dari Nazaret melalui karya kematian dan kebangkitan-Nya yang termanifestasi di dalam sejarah. Kebangkitan Kristus adalah titik klimaks dari seluruh kisah kabar baik dari tindakan penebusan yang Allah rencanakan dan kerjakan. Benarlah apa yang dikatakan Stott, “Without resurrection, there is no good news at all”.
Salvation Culture atau Gospel Culture?
Dengan demikian, bagaimanakah kita seharusnya memahami Injil, kabar baik itu? Scot Mc Knight di dalam bukunya The King Jesus Gospel mencoba mengkritisi pengertian Injil yang selama ini dipegang oleh mayoritas orang Kristen khususnya yang menyebut diri mereka kaum Injili.
Menurut Scot, kaum Injili cenderung menyamakan pengertian “Injil” (euangelion) dengan “keselamatan” (soteria). Ketika mereka memikirkan tentang Injil, fokus utama pemahamannya langsung diarahkan pada konteks keselamatan pribadi (personal salvation) tentang bagaimana caranya memperoleh keselamatan dan masuk surga (how to get saved and go to heaven).
Christopher J Wright di dalam bukunya, Misi Umat Allah, mengkritisi kecenderungan kita yang tanpa sadar telah mereduksi Injil menjadi hanya sekadar solusi atas problem dosa-dosa pribadi kita sekaligus kartu gesek untuk memasuki gerbang surga.
Kecenderungan reduksi yang kita lakukan ini menurut Mc Knight disebabkan oleh karena selama ini pemikiran kita dibentuk oleh apa yang disebutnya dengan “Budaya Keselamatan” (Salvation Culture), bukan dibentuk oleh “Budaya Injil” (Gospel Culture).
Apa yang membedakan Salvation Culture dengan Gospel Culture?
Salvation Culture cenderung terfokus pada bagaimana seseorang memiliki pengalaman pribadi dengan keselamatan. Isu yang dikembangkan lebih kepada persoalan keputusan seseorang terkait dengan posisinya apakah ia sudah berdiri di dalam keselamatan (in salvation) ataukah di luar keselamatan (out of salvation). Dalam hal ini, Salvation Culture membangun fondasi Injil dimulai dengan kategori rencana keselamatan (plan of salvation).
Lalu, bagaimana dengan Gospel Culture?
Di dalam Gospel Culture, pemahaman kita atas Injil dibangun di atas dasar kisah Alkitab (Biblical Story), dimulai dari kisah penciptaan (Creation) di kitab Kejadian menuju pada kisah ciptaan baru (New Creation) di kitab Wahyu Salvation Culture mendekati esensi Injil di dalam metanarasi tindakan dan karya Allah di dalam sejarah umat manusia. Itu sebabnya, fondasi Injil yang dibangun Gospel Culture pertama-tama bukan dimulai dari kategori plan of salvation dalam pengertian personal salvation, tetapi dari kategori kisah Israel (story of Israel) dan Kisah Yesus (Story of Jesus). Kisah Yesus yang akan menggenapi secara sempurna kisah Israel. Kisah Yesus memiliki satu tema sentral yaitu tindakan penebusan Allah di dalam sejarah (Historical God’s Redemption) tidak hanya bagi Israel, tetapi bagi seluruh ciptaan.
Tanpa membangunnya dari kedua kisah itu, maka Injil kehilangan konten utuhnya dan ia akan tereduksi dengan sendirinya. Oleh karenanya, perlu bagi kita untuk mengubah paradigma kita memahami Injil dari Salvation Culture menjadi Gospel Culture.
Injil di dalam Kisah Alkitab
Ketika berbicara tentang Injil, kita tidak mungkin melepaskannya dari kebangkitan Kristus. Ketika berbicara tentang kebangkitan Kristus, kita harus bicara penebusan. Untuk memahami konten utuh dari Injil, kita perlu kembali memikirkan kisah besar penebusan Allah di dalam Alkitab.
-
Kisah Penciptaan – Allah membangun Kerajaan-Nya di bumi.
-
Kisah Kejatuhan – Pemberontakan di Kerajaan Allah.
-
Kisah Penebusan – Tuhan mengklaim kembali Kerajaan-Nya.
Panggilan Misioner Gereja di dalam Kisah Alkitab
Kisah misi penebusan Allah bagi dunia telah dikerjakan dengan sempurna oleh Yesus Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya di kayu salib. Namun, kita perlu mengerti bahwa tujuan utama misi penebusan itu tidak berhenti pada individu manusia untuk menikmati hidup di surga selamanya. Tetapi kita percaya, sesuai dengan apa yang Alkitab nyatakan, tujuan penebusan adalah ciptaan yang diperbaharui (renewed creation). Kisah tindakan penebusan Allah kini sedang bergerak maju kepada suatu penyempurnaan di dalam langit dan bumi baru (new creation). Seluruh kisah Alkitab bergerak mulai dari creation menuju new creation.
David Lawrence, sebagaimana dikutip oleh Goohen dan Bartholomew, dengan tepat mengatakan, “The whole Bible leads us to expect a glorious renewal of life on earth, so that the age to come will be endlessly thrilling adventure of living with God on the new earth. With his presence pervading every act, we shall be more fully human than we have ever been, liberated from sin, death, and all that hurts or harms.” A glorious renewal of life on earth inilah yang menjadi fondasi utama dari misi gereja, misi umat Allah di dunia ini.
Israel memang telah gagal menjalankan vokasinya.Tetapi Yesus Kristus dengan sempurna telah menjalankan dan menggenapkan vokasi yang gagal itu. Dan kini, vokasi itu dimandatkan Allah kepada gereja-Nya, kepada umat Allah untuk menjadi saluran berkat bagi seluruh ciptaan. Itu sebabnya, tugas dan panggilan umat Allah adalah menjadi saksi kerajaan di seluruh aspek kehidupan kita, yaitu dengan memberitakan kabar baik dari pemerintahan Allah yang memperbaharui atas seluruh ciptaan.
Goohen dan Bartholomew kembali mengatakan, “If redemption is, as the Bible teaches, the restoration of the whole creation, then our mission is to embody this good news: every part of creational life, including the public life of our culture is being restored. Our place in biblical story is to embody the good news, that God is restoring the creation.”
Kabar baik tentang pemerintahan Allah itu seharusnya nyata di pekerjaan kita, di keluarga kita, di bisnis kita, di waktu luang kita, dan di seluruh hidup kita.
Selamat Paskah 2013.
[ Nikson
]
