KEBENARAN SEJATI ADALAH KEBENARAN ALLAH
_oOo_
Benar dan salah, siapa yang menentukan? Apakah sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah? Kedua pertanyaan ini sebenarnya terkait erat dengan bagaimana kita menjalani kehidupan atau bagaimana seharusnya kita hidup. Kita berada di dalam zaman yang tidak mau perduli dengan kebenaran, apalagi ketika kebenaran itu bertentangan dengan pendapat para ahli terkemuka. Contohnya pertentangan antara kebenaran Alkitab dengan kebenaran ilmu pengetahuan (sains). Masalah utamanya sebenarnya bukan tidak percaya bahwa Kekristenan adalah benar, tapi yang terjadi adalah konsep kebenaran itu sendiri saja sudah tidak diakui.
Salah satu theolog, Arthur F. Holmes, pernah mengungkapkan bahwa masalah ini memiliki aspek rangkap tiga, yaitu hilangnya fokus pada kebenaran, hilangnya universalitas kebenaran, dan hilangnya kesatuan kebenaran. Orang-orang di zaman sekarang banyak yang bergaya hidup hedonis (memikirkan kenikmatan) ataupun ekonomis (uang adalah yang terpenting); menganggap kebenaran itu relatif, menganggap kebenaran itu berbeda-beda tergantung pada orang, waktu, dan tempatnya; serta melihat kebenaran-kebenaran antar bidang studi secara fragmental yang tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Pemikiran tentang kebenaran telah dimulai sejak filsafat Yunani muncul dan terus berkembang hingga saat ini. Disadari atau tidak kita akan terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran zaman itu dan mungkin telah membentuk gaya hidup kita. Kaum Stoik dan Platonis secara dogmatis menegaskan bahwa kebenaran itu tidak berubah dan universal, sama bagi semua orang, dan berakar dalam struktur rasional abadi yang pada dasarnya adalah sesuatu yang riil. Dan walaupun ia melampaui pendapat manusia yang berubah-ubah, namun ia dapat ditangkap oleh akal budi manusia yang terdisiplin baik. Di pihak lain, Kaum Skeptik mengatakan bahwa semua pendapat manusia itu relatif sifatnya, semua argumentasi tidak memiliki kepastian, dan semua pengetahuan hanyalah pandangan manusia, dan kebenaran – seandainya ada suatu kebenaran yang tidak berubah dan universal – akan tetap tidak dapat dikenal. Filsafat Yunani tidak menunjuk kebenaran sebagai suatu pribadi, tapi menganggapnya sebagai “yang Satu” (Plato), “Penggerak-yang-tidak-digerakkan” (Aristoteles), dan bersifat impersonal.
Filsafat manusia tidak dapat mencapai kebenaran yang sesungguhnya karena kebenaran yang sesungguhnya hanya dapat dikenal berdasarkan wahyu dari kebenaran itu sendiri. Tuhan Yesus mengatakan, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yoh. 14:6). Tidak pernah ada seorang pun yang berani berkata demikian. Semua pendiri agama hanya menunjuk kepada yang lain atau mengatakan inilah jalannya, namun tidak ada yang berani mengatakan, “Akulah kebenaran.” Hanya kekristenan yang mendapat wahyu kebenaran dari Sang Kebenaran itu sendiri. Apakah respons kita terhadap anugerah besar ini? Apakah kita lebih suka dengan kebenaran dunia dan seturut dunia menghina kebenaran Alkitab? Kebenaran seperti apakah yang diwahyukan Allah? Bapa Gereja Agustinus pernah mengatakan bahwa segala kebenaran mengenai segala sesuatu yang diketahui dan yang dapat diketahui dengan demikian telah diketahui Allah sejak dalam kekekalan dan bergantung kepada hikmat dan ketetapan-Nya yang kekal. Logos adalah perwujudan pribadi dari hikmat kekal itu. Allah memberikan wahyu khusus [Kristus dan Alkitab] secara khusus bagi umat pilihan-Nya. Umat pilihan-Nya dicelikkan mata hatinya untuk melihat dan mengenal kebenaran, yang mana orang tidak percaya (bukan umat pilihan) hanya melihat, menganalisis, tapi tidak dapat mengerti keutuhan kebenaran-Nya.
Segala kebenaran diwahyukan oleh Allah karena Dia adalah Sumber dan Pemilik segala kebenaran. Dialah Sang Kebenaran. Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan hanya Dia yang mampu mewahyukan kebenaran yang sesungguhnya kepada manusia untuk diketahui, dikenal, dan disaksikan. Apa yang dikatakan manusia berdosa sebagai kebenaran belum tentu adalah kebenaran yang sesungguhnya. Hanya ketika kebenaran itu berasal dari Allah – akibatnya adalah bersesuaian dengan wahyu Allah – maka itulah kebenaran yang sesungguhnya, yang dikaruniakan Allah (anugerah umum) kepada semua manusia baik kepada orang percaya maupun orang tidak percaya, yang dikenal dengan istilah wahyu umum (special revelation). Melalui wahyu umum inilah sesungguhnya manusia dapat mengenal Allah, sehingga tidak seorang pun dapat berdalih dan mengatakan dia tidak mengenal Allah (Rm. 1:19-20).
Akan tetapi manusia tidak mau mengakui Allah karena manusia ingin menjadi allah bagi dirinya sendiri. Manusia tidak mau menjadi image of God, mereka mau menjadi god! Itulah akar dosa kita. Tidak mau menerima kebenaran dari Allah, maunya menetapkan sendiri apa itu kebenaran, dan menjadi kebenaran itu sendiri: “what I say is the truth”. Ketika kita mengaku bahwa segala kebenaran adalah kebenaran Allah maka sesungguhnya tidak ada lagi bidang yang disebut sakral dan sekuler. Apakah dengan demikian, pemikiran orang Kristen menjadi sempurna? Pemikiran-pemikiran tokoh Kristen secara jujur tidak dikatakan sempurna karena di dalam setiap pemikiran manusia berdosa selalu ada ruang untuk kekeliruan. Namun hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak berpikir, tidak menggunakan rasio untuk mencari kebenaran, karena Allah pun “mengizinkan” adanya kekeliruan tersebut.
Kita tidak dapat hanya mengandalkan rasio untuk mengenal kebenaran karena Allah bukanlah Allah yang hanya memiliki rasio, tapi juga yang memiliki emosi dan kehendak. Dengan demikian, keseluruhan keberadaan seorang manusia diperlukan untuk mengenal Allah, seluruh kehidupan iman, pengertian akan wahyu, serta pengalaman rohani diperlukan untuk mengenal kebenaran. Holmes juga menjelaskan bagaimana menggunakan metode deduksi dan metode induksi untuk memperoleh pengetahuan yang memiliki pembenaran, serta bagaimana iman kepercayaan Kristen dibenarkan melalui rasio, nilai, tindakan, dan kesaksian Roh Kudus.
Seberapa banyak dalam hidup kita yang telah kita isi dengan melakukan apa yang sesuai dengan isi hati Tuhan daripada isi hati kita sendiri? Sudahkah kita menjalankan semua apa yang diminta Tuhan untuk kita jalankan dalam hidup yang sudah ditebus oleh darah Anak-Nya? Semoga artikel ini dapat membawa manfaat bagi setiap orang yang selalu mencari arti kebenaran yang sejati dalam setiap langkah dan hidupnya.
Selamat Paskah, Tuhan memberkati.
[ David M. Siambaton
]
