Membedah Peranan Misi Kristen Bagi Dunia
_oOo_
 
Pengantar
 
Hidup di tanah Indonesia yang kita kasihi adalah sebuah anugerah yang Tuhan berikan. Namun kita melihat kenyataan bagaimana bangsa ini semakin lama semakin terpuruk di dalam permasalahan-permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Budaya korupsi terus merajalela, ekonomi yang berpihak pada kaum kapitalis yang seringkali mengorbankan rakyat, politik yang tidak lagi mengutamakan kebenaran dan keadilan, seni dan budaya yang tidak lagi mengindahkan etika, dan masih banyak lagi permasalahan yang lain. Lalu dengan kondisi seperti ini, di manakah peranan kita sebagai orang Kristen? Bukankan Allah memanggil kita untuk menjadi garam dan terang di tengah dunia ini? Terkadang kita sibuk dengan diri kita sendiri sehingga melupakan peranan kita sebagai agen yang menjalankan misi Allah yang dimandatkan kepada kita untuk kita kerjakan. Artikel ini akan membahas apa yang menjadi penyebab lumpuhnya peran orang Kristen menjadi agen Tuhan untuk menjalankan misi Allah di dunia ini dan bagaimana cara pandang Kristen (Christian Worldview) mengembalikan peran itu sesuai dengan yang apa Allah kehendaki.
 
Sakral vs Sekuler
 
Faktor pertama yang menjadi penyebab lumpuhnya peran serta Kristen di dalam misi di dunia ini adalah ketika kita cenderung melakukan pendikotomian antara wilayah sakral dan sekuler. Aspek-aspek seperti pelayanan gerejawi, pelayanan misi penginjilan, penelaahan Alkitab, dan aspek-aspek lain dianggap sesuatu yang sakral, rohani, suci, dan bernilai kekekalan. Sedangkan aspek-aspek seperti ekonomi, politik, sosial, seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan wilayah-wilayah lainnya seringkali dianggap sesuatu yang sekuler, tidak rohani, dan tidak bernilai kekal. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena kita telah salah mengerti dengan pemahaman kita tentang natur dosa yang meliputi setiap aspek kehidupan kita dan bagaimana karya penebusan Kristus menyelesaikannya. Kita berpikir wilayah-wilayah yang dianggap “sekuler” adalah wilayah-wilayah yang tidak dijangkau oleh anugerah penebusan Kristus. Pemahaman ini mernbawa kita pada penilaian bahwa wilayah sakral lebih penting dari wilayah sekuler. Pada akhirnya kita akan lebih menempatkan aktivitas-aktivitas rohani tersebut lebih prioritas ketimbang aktivitas-aktivitas yang dianggap sekuler karena aktivitas-aktivitas tersebut tidak berkaitan langsung dengan pertumbuhan iman individual kita.
 
The Hole in Our Gospel
 
Faktor kedua yang menjadi penyebab lumpuhnya peran serta Kristen di dalam misi di dunia ini adalah kita harus mengakui bahwa seringkali kita, orang Kristen, terjebak ke dalam pemahaman yang sempit atau tidak utuh terhadap Injil. Kita tentu setuju bahwa inti utama dari Injil adalah kabar baik (good news). Kabar baik tentang keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Ketika kita percaya dan beriman kepada Yesus maka kita memiliki kepastian dalam keselamatan, yang artinya berhak rnemperoleh tiket ke surga yang mulia. Pemahaman ini tentu tidaklah salah, namun tidak utuh.
 
Richard Steam, Presiden World Vision U.S, di dalam bukunya Unfinished pernah mengatakan bahwa kita telah menyalahpahami Injil sebagai sekadar sebuah kabar baik bahwa semua dosa kita diampuni dan kita dapat memasuki hidup kekal dengan percaya kepada Yesus Kristus, titik. Hal ini memang sebuah unsur penting dari Injil, tetapi jelas ini bukanlah keseluruhan berita Injll (hal. 89). Dikutip dari bukunya The Hole In Our Gospel, Stearn lebih lanjut menyatakan bahwa sebagian besar dari umat Kristen telah merengkuh sebuah pandangan yang dipersempit tentang keutuhan Injil dan kabar baik dari kisah serta pesan Kristus. Saya berargumen bahwa jika melihat Injil sekadar dalam konteks transaksi cepat dengan Allah demi memperoleh pengampunan atas segala dosa supaya kita bisa masuk sorga, berarti kita telah merengkuh Injil yang tidak utuh, melainkan sebuah Injil yang memiliki lubang di dalamnya. Sebuah lubang yang menganga. Namun, persis seperti itulah cara banyak orang Kristen memandang Injil Kristus. Saya membuat kesepakatan dengan Allah membentuk polis asuransi keselamatan dan api neraka, menaruhnya ke dalam laci, dan kemudian saya bisa pergi ke pesta lagi. (Literatur Perkantas, 2013, hal. 90).
 
Untuk menggambarkan ketidakutuhan kita dalam memahami Injil Kristus ini, Stearn memakai istilah “lubang di dalam Injil” (the hole in our gospel). Di bagian pendahuluan dari bukunya The Hole in Our Gospel, Stearn rnengungkapkan ketika iman kita secara personal di dalam Kristus tidak memancarkan ekspresi positif ke luar, maka iman itu memiliki lubang di dalamnya. Menjadi Kristen atau pengikut Yesus Kristus memerlukan lebih dari sekadar memiliki hubungan pribadi (personal) yang mengubahkan dengan Allah, tapi juga memillki hubungan yang mengubahkan dengan dunia. Itu sebab kepercayaan (belief) tidak cukup. Ibadah tidak cukup. Moralitas pribadi tidak cukup. Komunitas Kristen tidak cukup. Allah meminta lebih dari itu semua. Ketika kita berkomitmen untuk mengikut Kristus, di saat yang sama kita juga harus berkomitmen untuk menghidupi kehidupan kita dengan melihat dunia boleh memancarkan keindahan karakter Allah, kasih-Nya, keadilan-Nya, kemurahan-Nya. melalui perkataan, tindakan, dan kelakukan kita. (Thomas Nelson Inc. 2008, hal. 2-3).
 
Amy Sherman di dalam bukunya Kingdom Calling kembali menyoroti Injil yang terlalu sempit ini. Sherman berpendapat bahwa Injil yang terlalu sempit ini memfokuskan orang-orang percaya secara misional hanya pada pekerjaan “memenangkan jiwa”. Injil ini hanya berfokus pada masalah dosa pribadi saja, sehingga memberi pengertian bahwa pembenaran adalah suatu urusan yang yang hanya berkaitan dengan moralitas pribadi [sedikit lebih dari itu ditambah keadilan sosial]. Injil ini memfokuskan orang-orang percaya hanya untuk memperoleh tiket ke surga, tetapi tidak banyak berbicara tentang seperti apa hidup mereka di dunia ini seharusnya terlihat. Dengan kata lain, Injil ini hanya berfokus pada dari apa kita telah diselamatkan, ketimbang juga memberitahu kita untuk apa kita telah diselamatkan (Literatur Perkantas, 2013, hal. 85). Dalam istilah yang digunakan oleh Dallas Willard, seorang theolog yang menggumuli bidang formasi spiritualitas, di dalam bukunya The Divine Conspiracy, Injil dipahami hanya sebatas Injil manajemen dosa (Gospel of Sin Management). Artinya fokus dari pesan kekristenan (christian message) hanya sebatas bagaimana menyelesaikan masalah dosa-dosa pribadi kita. Di satu pihak kita hanya fokus memikirkan bagaimana dosa-dosa kita diampuni, tapi di pihak lain kita justru melupakan komitmen dan tanggung jawab sosial kita di dalarn mengeliminasi struktur kejahatan-kejahatan sosial (social evils) yang terjadi di dunia ini, (Harper One, 1997, hal. 4).
 
Dari penjelasan ini kita dapat menyimpulkan mengapa dikatakan Injil yang tidak utuh atau lnjil yang sempit? Karena kita telah memahami Injil hanya sebatas hubungannya dengan konteks manajemen dosa dan keselarnatan pribadi (personal salvation), namun kita lupa bahwa Injil juga menyentuh aspek-aspek yang lebih luas dari itu. Injil adalah kabar baik tentang karya penebusan Kristus yang bersifat kosmis. Penebusan Kristus menjangkau seluruh aspek ciptaan.
 
“Lifeboat Theology”
 
Faktor ketiga yang menjadi penyebab lumpuhnya peran serta Kristen di dalam misi di dunia ini adalah karena kebanyakan dari kita tanpa sadar memegang prinsip atau pandangan apa yang disebut dengan Lifeboat Theology. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Paul Marshall dan Lela Gilbert di dalam bukunya, Heaven is not My Home. Apakah maksudnya? Marshall menggambarkan seluruh ciptaan seolah-olah seperti sebuah kapal Titanic yang sedang menabrak gumpalan es besar, yaitu dosa. Kapal itu cepat atau lambat akan segera karam. Kita yang berada di atas kapal itu tidak dapat melakukan apa-apa kecuali berusaha menarik perahu penyelamat atau sekoci dari atas kapal dan terjun menyelamatkan diri ke laut. Dan dari atas sekoci itu kita berusaha menyelamatkan sebanyak mungkin korban yang ada dan kemudian pergi berlayar ke tempat yang dikenal dengan surga. Dengan menggunakan analogi tersebut kita memahami bahwa dunia yang kita tinggali ini rnerupakan bagian dari ciptaan Tuhan yang baik. Namun ciptaan yang baik itu telah terkontaminasi oleh dosa. Akibatnya seluruh aspek dari ciptaan menjadi rusak. Itu sebabnya, dunia yang kita tempati ternyata tidak semakin baik. Dunia semakin rusak dan berjalan menuju kepada kebinasaan. Satu-satunya yang dapat kita lakukan adalah berusaha menyelamatkan diri dan pergi dari dunia yang rusak itu ke suatu tempat yang mulia, yaitu surga. Pemahaman ini membawa kita, orang-orang Kristen, masuk kepada ketidakpedulian dengan apa yang terjadi dalam dunia. Kita berpikiran bahwa dunia akan terus semakin rusak dan akhirnya akan menuju kehancuran. Jika ternyata demikian halnya, untuk apa kita bersusah dan bekerja berlelah-lelah memperbaiki apa yang sudah rusak di dunia ini, toh pada akhirnya semuanya akan hancur juga.
 
Mengembalikan Peranan Misi Kristen
 
Di tengah semakin lumpuhnya peran orang Kristen di dalam menjalankan tugas panggilannya untuk menjadi berkat bagi bangsa ini, kita perlu memikirkan apa yang mesti dilakukan untuk mengembalikan peran itu. Ada beberapa hal yang perlu kita gumulkan.
 
Pertama. Kita perlu memahami bahwa Injil Kristus tidak hanya berpusat pada Injil Keselamatan tetapi juga Injil Kerajaan. Injil yang terlalu sempit yang sudah dijelaskan di atas ternyata tidak memiliki fondasi teologis yang kokoh untuk menumbuhkah para pengikut Kristus untuk bergerak menjalani vokasinya bagi dunia ini. Yang perlu kita gumulkan adalah bagaimana menyajikan dengan kuat pemahaman kita tentang Injil Kerajaan Allah. Injil Yesus berpusat pada proklamasi-Nya bahwa kerajaan yang sudah lama dinantikan itu telah masuk ke dalam sejarah manusia. Untuk memahami proklamasi itu, kita tidak boleh melepaskan dari narasi agung penebusan yang dikerjakan oleh Yesus. Narasi itu dimulai dari penciptaan. Allah menciptakan dunia sebagai kerajaan-Nya. Dia menyatakan seluruh yang diciptakan-Nya itu sungguh amat baik. Kemudian Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya dan menempatkannya untuk bekerja mengembangkan dan memelihara ciptaan di dalam relasi dengan Allah (Kej. 1:26-28; 2:15). Namun manusia gagal menjalankan tugas dan panggilannya itu. Manusia tidak taat dan memberontak kepada Allah (Kej. 3). Manusia jatuh ke dalam dosa. Akibatnya seluruh aspek kehidupan manusia dicemarkan dan dirusak oleh dosa. Namun Allah tidak tinggal diam. Allah mengutus Yesus Kristus untuk mengembalikan semua aspek kehidupan yang rusak itu kembali kepada rencana-Nya semula. Melalui kematian dan kebangkitan Kristus, seluruh ciptaan yang sudah jatuh ditebus. Allah mendamaikan segala sesuatunya. Paulus berkata, “dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus,” (Kol. 1:20). Allah merestorasi kerajaan-Nya di dunia ini yang nanti akan mencapai kesempurnaannya saat kedatanganNya yang kedua kali. Itu sebabnva, jangkauan dari karya penebusan Kristus tidak hanya terbatas pada dosa manusia semata, tetapi bersifat kosmik, yaitu meliputi seluruh ciptaan Allah.
 
Narasi ini memberikan pengertian kepada kita bahwa pusat dari Injil tidak sebatas pada keselamatan individu, tetapi meliputi janji pemulihan atas seluruh ciptaan Allah. Oleh karena itu, Injil Kerajaan memberikan kita pemahaman yang utuh bagaimana seluruh aspek kehidupan di dunia ini merupakan wilayah yang dimandatkan oleh Allah untuk kita garap, kita cultivate demi tujuan shalom bagi dunia ini. Itu sebabnya, keterlibatan kita di dalam mewujudkan shalom baik itu di bidang ekonomi, politik, seni budaya, iptek maupun bidang-bidang lain sebagai wujud nyata dari ketaatan kita dalam rnenjalankan mandat yang Allah berikan. Dan itu semua merupakan bagian dari tugas kita untuk memperluas kerajaan Allah di dunia ini. Oleh karena itu, pengkotakkan atau pendikotomian antara sakral dan sekuler tidak relevan lagi karena karya penebusan yang dikerjakan olen Kristus telah mendamaikan segala sesuatunya. Segala sesuatu yang kita lakukan selama itu bertujuan untuk memuliakan Allah bernilai kekal di hadapan Allah. Itu semua merupakan bagian kesaksian kita sebagai umat kerajaan Allah di dunia ini.
 
Dari uraian di atas Albert Wolters di dalam buku Creation Regained merumuskan setidaknya ada 4 (empat) hal penting yang mesti kita pahami kaitannya dengan Injil ini. Pertama, Injil adalah suatu kuasa yang mengubah arah, Injil bukan pertama-tama doktrin atau theologi, bukan pula wawasan dunia, tetapi kuasa yang memperbaharui dari Allah kepada keselamatan, Injil adalah alat dari Roh Allah untuk memulihkan ciptaan. Kedua, Injil memulihkan, yaitu Yesus memberitakan pemulihan ciptaan akibat dosa. Maka Injil pada dasarnya adalah tentang penciptaan, kejatuhan dan penebusan. Inti Injil adalah bahwa ciptaan itu sendiri adalah tujuan keselamatan yang diberitakan oleh Injil. Ketiga, Injil adalah menyeluruh dalam cakupannya, yaitu tentang pemerintahan Allah atas seluruh ciptaan-Nya. Dan yang keempat, Injil adalah kisah tentang tindakan penebusan Allah yang sedang bergerak maju kepada suatu penyempurnaan. Dan Yesus Kristus adalah tujuan dan kisah penebusan itu.
 
Pada akhirnya Wolters menyatakan demikian: “Kita dipanggil, dalam seluruh hidup kita, untuk menyaksikan kerajaan Allah. Oleh karena ini adalah kesaksian tentang kerajaan, dan karena kesaksian adalah dalam kata-kata, perbuatan dan kehidupan, dari satu perspektif, kita dapat berkata bahwa seluruh kehidupan adalah kesaksian. Tugas umat Allah adalah memberitakan kabar baik dari pemerintahan Allah yang memperbaharui atas seluruh ciptaan. Wewenang Kerajaan Kristus terbentang ke seluruh dunia. Misi Allah adalah juga sama menyeluruh: menyatakan kabar baik bahwa Yesus sekali berkuasa atas pernikahan, keluarga, bisnis dan politik, seni dan atletik, waktu luang dan kesarjanaan, seks dan teknologi. Karena Injil adalah Injil dari kerajaan, misi tersebut sama luasnya dengan seluruh ciptaan.” (Penerbit Momentum, 2009, hal.152).
 
Kedua. Kita mesti memikirkan kembali apa yang kita pahami mengenai pengharapan Kristen (christian hope). Dan hal ini berkaitan erat dengan pandangan kita tentang sorga. Dalam buku Surprised by Hope: Rethinking Heaven, the resurrection, dan the Mission of the Church, theolog NT Wright menyatakan bagaimana kebanyakan orang Kristen tetap puas dengan apa yang sebenarnya versi terpangkas dan terdistorsi dari pengharapan agung yang Alkitabiah. Kita berpandangan bahwa pengharapan Kristen yang terutama adalah tentang “naik ke sorga”. Hal ini mencakup pemahaman bahwa ketika orang percaya mati jiwa mereka akan bersama-sama dengan Allah selama-lamanya di suatu tempat di “atas” sana yang dimengerti sebagai sorga. Pemahaman ini kemudian dikokohkan dalam himne-himne, doa-doa, atau dalam karya-karya theologia yang cukup serius. Selain itu kita seringkali mengingkari makna pentingnya kebangkitan tubuh. Berbeda dengan pandangan Alkitab yang ada bahwa Allah menciptakan kembali sorga dan bumi dan menggabungkan keduanya selama-Iamanya. Gambaran tentang akhir dunia bukanlah tentang jiwa-jiwa yang ditebus berjalan ke arah sorga yang tidak berwujud tetapi tentang Yerusalem baru yang turun dari sorga ke bumi (Why. 21:1-4). Kita mungkin berpandangan bahwa bumi keseluruhannya pada akhirnya akan dihancurkan dan hanya roh-roh kita yang akan hidup selamanya. Pandangan ini akan berimplikasi negatif pada komitmen kita terhadap pekerjaan-pekerjaan kultural. Jika pada akhirnya semuanya itu akan dihancurkan, lalu apa gunanya segala jerih payah kita di dunia ini?
 
Untuk menjawabnya, kita perlu memikirkan apa yang dikatakan Rasul Paulus di 1 Korintus 15:58: “Karena itu, saudara-saudariku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” Kita melihat ayat ini merupakan puncak dan perkataan Paulus tentang kebangkitan Kristus dan kebangkitan tubuh kita. N.T Wright sebagaimana dikutip oleh Amy L Sherman dalam buku Kingdom Calling menjelaskan bagaimana Paulus sedang mengaitkan kebangkitan di masa yang akan datang dengan bergiat dalam pekerjaan Tuhan di masa kini. Tujuan kebangkitan seperti yang dipaparkan Paulus di sepanjang surat itu adalah bahwa kehidupan dalam tubuh sekarang ini bukan tidak berharga hanya karena tubuh ini akan mati. Allah akan membangkitkannya kepada hidup yang baru. Apa yang Anda lakukan dengan tubuh Anda di masa kini penting karena Allah menyimpan masa depan yang hebat untuk itu. Kebenaran ini akan memberikan signifikansi yang besar bagi orang Kristen untuk berbagian dalam pekerjaan Tuhan di dunia ini. Pengharapan Kristen di masa depan akan memberikan gairah kepada kita untuk bekerja bagi Tuhan di masa kini. Buah pekerjaan kita di dunia ini tidak akan sia-sia karena pada akhirnya semuanya akan kita bawa ke kota Allah untuk menjadi bagian dari dunia Allah yang baru, sebagaimana yang ditulis Christopher J.H Wright di dalam buku Misi Umat Allah: “Dan visi akhir dari seluruh Alkitab bukanlah pelarian diri kita dari dunia kepada suatu sorga di luar dunia ini, tetapi akan Allah yang akan turun ke dunia untuk hidup bersama kita sekali lagi dalam ciptaan yang telah dibasuh dan dipulihkan, di mana semua buah peradaban manusia akan dibawa ke dalam kota Allah (Why. 21:24-27). Dengan demikian yang akan dibawa ke dalam kota Allah mulia dalam clptaan baru adalah hasil terakumulasi yang luas dari pekerjaan manusia sepanjang masa. Semua itu akan dibasuh, ditebus, dan diletakkan di kaki Kristus untuk peningkatan kehidupan kekal dalam ciptaan baru.”
 
Selamat Paskah 2016, Tuhan memberkati.
[ Nikson Sinaga]
 
Pin It
 
 

 
Copyright © Persekutuan Studi Reformed
 
 
Persekutuan Studi Reformed
Contact Person: Sdri. Deby – 08158020418
 
About Us  |   Visi  |   Misi  |   Kegiatan