MUSIK DAN BERITA KERAJAAN SORGA
_oOo_



Introduksi
Ada hal-hal di dalam warisan kekristenan yang membuat kita bersedih hati. Salah satunya adalah tidak banyak orang Kristen maupun Gereja mengenal musik-musik berkualitas, seperti hymne atau musik klasik yang dihasilkan oleh komponis-komponis Kristen khususnya di abad XV-XVI. Musik berkualitas tinggi banyak dihasilkan oleh mereka yang sudah melalui pergumulan dan kesesakan di dunia ini. Sebagaimana Betty Carlson katakan bahwa musik yang hebat merupakan salah satu hadiah dari Allah untuk menolong kita melalui kesesakan, keributan dan kekacauan dunia ini”. (J.S. Smith & B. Carson. 1978. The Gift of Music. Illinois USA: Crossway Books)
Seorang Reformator Kristen, Martin Luther, sudah mengilhami banyak orang untuk menciptakan Chorale. Luther pernah berkomentar, “Orang yang meremehkan musik, seperti yang dilakukan mereka yang fanatik, sungguh menyedihkan saya. Musik adalah karunia dari Allah, bukan dari manusia....Setelah teologi, saya memberi tempat teratas dan penghormatan tertinggi untuk musik.”
Sebagaimana kita ketahui, banyak komponis termasyur di sepanjang zaman telah menghasilkan karya musik terbaik sebagai bentuk penyataan iman mereka kepada Tuhan Allah. Sebut saja, Heinrich Schütz (1585-1672), Johann Sebastian Bach (1685-1750), George Friedrich Handel (1685-1759), Franz Joseph Haydn (1732-1809), Ludwig van Beethoven (1770-1827), Felix Mendelssohn (1809-1847), Johannes Brahms (1833-1897), Arthur Honeeger (1892-1955), termasuk juga bapak hymne Inggris, Issac Watts dengan lagunya O God, Our Help in Ages Past. Para komponis Kristen ini telah menghasilkan karya musik yang begitu agung di sepanjang zaman karena mereka tidak hanya menerima karunia Allah yang begitu besar, tetapi juga telah mencicipi kemuliaan sorga di dalam pengalaman iman mereka kepada Allah. Itu sebabnya karya-karya mereka sungguh-sungguh menggambarkan kemuliaan Allah dari sorga yang nyata di bumi. Mungkin kita bisa berpikir bahwa kehadiran karya musik terbaik di masa lalu sepertinya akan sangat sulit terulang lagi di zaman sekarang atau bahkan di masa mendatang.
Musik hymne atau kidung pujian Reformasi dan berbagai karya musik klasik merupakan penyataan iman dari seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan Allah yang berdaulat dan memelihara mereka yang percaya kepada-Nya. Jika demikian, pertanyaan kita sekarang adalah adakah hubungan antara musik dengan berita kerajaan Sorga?
Kidung pujian di dalam Injil Lukas
Berbeda dengan Injil Matius dan Markus, Injil Lukas pada pasal 1 dan 2, dikisahkan tentang berita kelahiran Yesus Kristus yang didahului oleh sebuah drama musikal yang begitu agung. Di mulai dari nyanyian pujian Maria (Lk. 1:46-56), diikuti nyanyian oleh pujian Zakaria (Lk. 1:67-79) dan ditutup oleh puji-pujian dari para malaikat sorga yang memuji Allah, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenaan kepada-Nya.” (Lk. 2:14)
Nyanyian pujian Maria dan Zakaria merupakan respon ucapan syukur mereka kepada Tuhan Allah atas perbuatan-Nya yang begitu besar kepada umat-Nya, atas kekudusan-Nya, dan atas kesetiaan-Nya kepada perjanjian-Nya. Kedua kidung pujian yang dinyanyikan oleh Maria dan Zakaria tersebut berfokus pada berita keselamatan dari Kristus Yesus Tuhan.
Lukas memperkenalkan dan mengajak kita kepada berita Injilnya dengan sebuah karya musikal yang begitu indah, penuh makna, dan memiliki content teologis untuk memanggil umat-Nya memuji dan memuliakan Dia atas keselamatan yang dinyatakan melalui kelahiran Kristus. Nyanyian pujian Maria yang tercatat dalam Injil Lukas 1:46-55 yang dikenal dengan sebutan The Magnificat merupakan nyanyian pujian yang sangat disukai oleh komponis terkenal dari Venesia, Heinrich Schütz, yang diabadikan melalui karya musik terakhirnya dalam sebuah oratorio berjudul The German Magnificat.
“Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.” Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenaan kepada-Nya.” (Lukas 2:9-14).
Pada bagian ini, Lukas menempatkan sebuah oratorio musikal yang begitu agung, mulia dan luar biasa yang dinyanyikan oleh para malaikat sorga di dalam menyambut kelahiran Yesus Kristus. Ketakutan para gembala ketika mereka berjumpa dengan seorang malaikat Tuhan sekarang menjadi sukacita besar karena mereka melihat kemuliaan dari sorga. Kegelapan malam seketika berubah menjadi terang karena kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka. Ketakutan berganti dengan damai sejahtera dari sorga.
Berita kelahiran Kristus yang disampaikan oleh malaikat sorga kepada gembala seakan menjadi sesuatu yang paradoks. Para gembala melihat kemuliaan sorga melalui puji-pujian dari malaikat dan bala tentara sorga, akan tetapi para gembala justru mendengar bahwa kelahiran Kristus ditandai dengan seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan. Dia datang justru bukan di dalam kemuliaan ataupun kehormatan, akan tetapi di dalam kehinaan tanpa kemuliaan, kerendahan tanpa kehormatan. Di dalam konteks inilah, Lukas menampilkan sebuah narasi oratorio musikal yang begitu agung dan mulia dari sorga yang menuntun para gembala ataupun kita kepada Dia, bayi Yesus yang lahir di dalam palungan.
Musik dan Pelayanan Injil
Bagi kebanyakan orang, mendengarkan musik hanya sekadar untuk dinikmati dengan tujuan kesenangan semata tanpa memerlukan justifikasi atau pembenaran terhadap makna dari musik tersebut. Namun demikian beberapa filsuf modern maupun postmodernisme menaruh kecurigaan terhadap musik. Menurut salah satu konduktor musik terkenal, Leonard Bernstein, yang mempercayai pemahaman naturalisme, musik merupakan bahasa yang umum dari manusia, sebuah bahasa emosi atau perasaan. Ia menolak musik dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat spiritual. Bagi Bernstein, musik hanya bersifat jasmaniah karena ia hanyalah suatu bunyi gelombang yang dihasilkan dan bisa diukur frekuensi, durasi, kebisingannya.
Dari beberapa pandangan postmodernisme dikatakan bahwa tidak ada satupun di luar bahasa atau musik dimana tanda dan bunyi memiliki kesamaan. Ia akan selalu berbeda atau “diference". Oleh karena itu, bagi orang postmodern, bahasa ataupun musik bukan berbicara mengenai rujukan atau referensial melainkan diferensial. (Dikutip dari Kevin Vanhoozer, What Has Vienna To Do With Jerusalem, WTJ, 2001). Seorang penganut postmodernisme, Jacques Attail, pernah menyebutkan bahwa musik adalah sebuah manipulasi terhadap kebisingan. Oleh karena itu musik adalah sebuah kekerasan untuk menekan suatu tatanan realitas dari dunia yang tidak beraturan atau chaotic.
Pertanyaan kita, dapatkah musik dikaitkan dengan kerajaan sorga? Apakah musik dapat membawa kebenaran tentang Allah yakni menyampaikan wahyu khusus Allah kepada dunia ini? Jika benar demikian, apakah musik dapat menggantikan pelayanan Injil yang menghadirkan berita tentang kerajaan sorga, yaitu keselamatan di dalam Kristus Tuhan? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu meneliti kitab Mazmur sebagaimana dikatakan Betty Carlson, menjadi tulang punggung musik rohani. Kitab Mazmur ditulis sebagai penyataan pribadi di dalam hubungan seseorang dengan Allah semesta alam yang berdaulat, memelihara mereka yang percaya kepada-Nya. Kata Mazmur sendiri berasal dari kata Yunani, “psalmoi” yang berarti suara dawai kecapi. Sekalipun kitab Mazmur sebagian besar berupa pujian vokal ataupun puisi dan kita tidak memiliki referensi masalah notasi, namun demikian di dalam Mazmur kita bisa menemukan keindahan, kejujuran, dan bahkan merasakan melodi dari pujian Mazmur tersebut. Namun demikian hal yang terpenting di dalam kitab Mazmur adalah ada firman Allah yang hidup yang diilhamkan oleh Allah sendiri. Bahkan Kristus sendiri cukup sering mengutip dan membuktikan bahwa kitab tersebut mengacu pada diri-Nya sendiri, seperti dalam Lukas 24:44, “...harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.” Mempercayai Allah yang hidup, yang mendengar dan menjawab doa pemazmur adalah tema dasar dari keseluruhan kitab Mazmur. Kitab Mazmur banyak memberikan inspirasi bagi penulis musik, seperti Mazmur 98 yang telah mengilhami Isaac Watts menulis lagu “Joy to the World”. Karya musik Bach, Cantata 131 juga diambil dari Mazmur 130 yang menggambarkan penyesalan yang mengharukan.
Musik seperti hymne/kidung pujian Reformasi dan juga karya musik klasik yang agung, seperti Bach, Haydn dan lainnya tidak dapat menggantikan Injil. Berita Injil merupakan amanat agung Kristus yang harus diberitakan kepada seluruh bangsa. Akan tetapi, sekalipun karya musikal yang begitu agung tidak dapat menggantikan Injil, namun demikian musik itu sendiri juga dapat menyampaikan berita tentang Kristus. Seperti teks adalah tindakan komunikasi yang kompleks dengan materi (isi proposisional), energi (daya ilokusioner), dan tujuan (dampak perlokusioner), maka penulis musik juga dapat melakukan perannya sebagai tindakan komunikasi. (Kevin Vanhoozer, 1998, Is There Meaning in This Text? Michigan USA, Zondervan).
Penulis hymne maupun komponis dapat juga disebut sebagai agen religius yang menunjukkan bahwa kesaksian mereka adalah benar dan memiliki kekonstanan yang bertahan selamanya. Contohnya kita melihat 2 (dua) orang komponis musik Kristen terbesar sepanjang zaman, Bach dan Brahms yang karya musikal mereka tidak hanya bertahan lama tetapi banyak mengkomunikasikan tentang kebenaran Allah sebagai kesaksian mereka.
Albert Schweitzer, seorang ahli dalam musik organ Bach, memahami karya musik Bach sebagai sebuah pelayanan Firman. Dia menyatakan, tidak ada yang lain selain Firman Allah yang disampaikan oleh Bach di dalam karya-karya musikalnya. Menurut Schweitzer, Bach mengilustrasikan dan menyampaikan ide-ide teologisnya ke dalam karya musik. Misalnya sebuah karya Bach, St. Anne’s Fugue yang ditulis dengan tiga flat memiliki tiga bagian dan tiga subjek yang mensimbolkan Trinitas Allah di dalam musiknya. Demikian juga karya St.Matthew yang menekankan sentralitas penebusan di dalam kemenangan Kristus.
Johannes Brahms menyelesaikan sebuah karya German Requiem yang menggugah hati pada tahun 1868 sejak tahun 1857. Requiem karya Brahms mengimani kebangkitan dan persekutuan dengan Allah melalui kematian penebusan Yesus Kristus. Sebuah karya yang menyatakan pemahaman akan kesia-sian dan kehampaan hidup bila tidak mengenal penghiburan dari kebenaran Kristen. Tanpa pengharapan dari sorga maka kehidupan manusia menjadi hampa dan fana. Johannes Brahms menghadirkan bentuk sonata yang berbentuk kiasmus yaitu A-B-A, suatu gambaran tentang penciptaan – kejatuhan - ciptaan baru (creation-fall-recreation). Suatu pola musik yang mencerminkan sifat progresif dari perkerjaan Allah, bukan suatu pengulangan terus menerus yang dinyanyikan atau dimainkan sebagaimana banyak ditemukan di dalam musik-musik dunia ini maupun agama-agama lain.
Dari sini kita bisa melihat bahwa musik dapat dikatakan memiliki hubungan dengan kerajaan sorga apabila seluruh karya musik yang diciptakan dan dinyanyikan itu mampu menghadirkan kemuliaan Allah dan memimpin kita kepada Kristus Tuhan. Musik yang berhubungan dengan kerajaan sorga adalah musik yang memiliki relasi dengan kekekalan dan memimpin setiap orang kepada kemuliaan Allah di sorga. Musik bukan bahasa umum dan bunyi gelombang yang bisa didengar atau diukur, atapun sekadar suara instrumen yang menutupi kebisingan. Musik adalah karunia Allah. Oleh karenanya, musik yang dihasilkan atau diciptakan seharusnya membawa kita kepada perenungan dan pengenalan semakin mendalam akan Allah.
Respon
Di sepanjang zaman ini ada begitu banyak pujian dan musik yang diciptakan. Akan tetapi kita tidak pernah melihat ataupun mendengar ada pujian maupun karya musikal yang begitu agung dan bertahan lama selain pujian hymne dan karya musik klasik yang dihasilkan oleh kekristenan. Mengapa? Karena di dalam kekristenanlah musik dihadirkan dalam suatu relasi dengan kemuliaan sorga, yaitu kemuliaan Allah dan memimpin setiap orang kepada Allah. Sebagaimana para gembala yang mendengar para malaikat dan bala bentara sorga memuji Allah dan memimpin mereka kepada bayi yang lahir itu, Yesus Kristus Tuhan, Juruselamat dunia, biarlah dunia ini terus mendengar berita tentang keselamatan di dalam Kristus Tuhan melalui pujian-pujian hymne Kristen dan karya-karya musik Kristen yang agung, dan memimpin setiap orang kepada kemuliaan sorga di dalam Kristus Tuhan. Diakhir penutu pementasan karya komponis Joseph Haydn “The Creation” di Vienna dengan pujian penutup “And There Was Light”, dengan tangan gemetar yang terangkat, Haydn berkata, “Bukan berasal dari saya. Semua itu berasal dari atas.” Segala kemulian hanya bagi Allah itulah tujuan akhir dari seluruh karya musik kekristenan yang dihasilkan sepanjang zaman ini.
Selamat Natal 2018. Tuhan memberkati.
[ Mulatua Silalahi
]
