IBADAH YANG TIDAK BERHARGA
 
(Eksposisi Maleakhi 1:6-14)
_oOo_
 
Gaya perdebatan adalah ciri khas Kitab Maleakhi dan ini menunjukkan sikap perlawanan bangsa Israel entah terhadap nabi atau terhadap Tuhan, namun gaya perdebatan menunjukkan bahwa bangsa ini sukamembantah atau mempertanyakan kepercayaan dan praktik-praktik yang telah berlaku jauh sebelumnya. Kitab Maleakhi dapat dianalisis sebagai berikut:1W.S. LaSor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat, terj. Lisda Tirtapraja Gamadhi dan Lily W. Tjiputra (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 456.
 
 
Judul (Mal. 1:1)
Kasih Tuhan dilukiskan oleh nasib Edom (Mal. 1:2-5)
Kecaman terhadap para imam (Mal. 1:6 – 2:9)
Penyembahan berhala dan kawin campur (Mal. 2:10-16)
Allah yang adil (Mal. 2:17 – 3:5)
Persepuluhan yang tidak diberikan (Mal. 3:6-12)
Orang benar dan orang fasik (Mal. 3:13-18)
Elia dan hari Tuhan (Mal. 4)
 
 
Maleakhi bernubuat sesudah Bait Suci dibangun kembali pada tahun 520-515 dan sebelum Nehemia mengadakan reformasi pada tahun 445, jadi kira-kira pada tahun 470 atau 460.2Robert M. Paterson, Kitab Maleakhi (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 17. Keadaan orang Israel pada waktu Maleakhi bertugas sebagai nabi, menunjukkan bahwa kembalinya umat Israel dari pembuangan tidak membuat mereka berada pada suatu era yang mesianik. Mereka menjadi tawar hati, ada yang menangis berlarut-larut dan menjadi ragu-ragu terhadap kampung halaman sendiri. Perzinahan, sumpah palsu, berbagai penindasan dan diskriminasi merajalela. Agama diremehkan, dan hal yang sangat mencolok yakni meluasnya perkawinan dengan orang- orang yang beragama lain.3W.S. LaSor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, 455.
 
Maleakhi melihat pesannya sebagai beban yang berat, pesan yang sulit yang Tuhan berikan baginya untuk disampaikan kepada bangsa Israel. Ia harus memberikan pesan tentang ibadah orang Israel yang ditolak oleh Tuhan. Tidak ada yang akan suka mendengar bahwa apa yang mereka lakukan tidak berharga dan ditolak oleh Tuhan.4Walter C. Kaiser, The Communicator's Commentary Series. Old Testament, vol. 21, The Communicator's Commentary (Dallas, Tex.: Word Books, 1992), 446. Pesan itu memang sulit untuk disampaikan oleh Maleakhi, tetapi pesan untuk orang Israel tersebut, sekitar 2500 tahun yang lalu, masih relevan bagi kita saat ini.
 

Ibadah tidak ada gunanya, ketika tidak bertujuan untuk menghormati Tuhan

 
[ Maleakhi 1:6 ]
Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?”
 
 
Apa yang kita lihat dalam ayat ini, bahwa dengan cara yang sama seorang ayah harus dihormati oleh anak-anaknya dan seorang majikan harus dihormati oleh para pekerjanya, maka Tuhan harus dihormati oleh anak- anakNya dan para hamba-Nya. Tuhan telah memilih Israel sebagai anak-Nya (Kel. 4:22; Hos. 11:1; Yer. 31:9) dan sebagai pelayan-Nya. Pada pertanyaan, “Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepadaKu itu?” ini menunjukkan tuduhan Tuhan kepada para imam bahwa pelayanan yang diberikan para imam kepada Tuhan hanyalah lip-service.5Walter C. Kaiser, 447.
 
Point Maleakhi dalam ayat 6 adalah jika ayah duniawi harus dihormati, betapa lebih lagi Bapa Surgawi Israel. Tuduhan Allah dalam ayat ini adalah, bahkan para imam yang seharusnya menjaga dan merawat kesejahteraan rohani rakyat Israel tetapi mereka telah mencapai titik di mana mereka membenci nama Allah mereka. Jadi, kita menghormati Tuhan ketika kita mengakui sepenuh hati akan pentingnya Tuhan bagi kita dan mengakui otoritasNya. Kebalikan dari ini adalah menghina Dia atau melihat Dia sebagai tidak penting dalam kehidupan sehari-hari kita.6John Calvin, A Commentary On the Twelve Minor Prophets, A Geneva Series Commentary (Edinburgh: Banner of Truth Trust, 1986-), 486.
 
Bagi para imam itu, memang Tuhan ada di Bait Suci, tetapi Dia dapat dengan aman diabaikan. Alih-alih menghormati nama Tuhan dan menunjukkan rasa hormat, para imam itu membenci dan tidak hormat kepada Tuhan. Kita hadir di gereja tentu guna menghormati dan menyembah Tuhan dan mengakui pentingnya Tuhan dalam keseharian hidup kita. Ketika kita menjadikan Tuhan sebagai sekadar mengisi waktu luang untuk bersenang- senang atau untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita saja, sesungguhnya kita sementara bersikap bahwa Allah tidaklah benar-benar penting.
 
Sekarang, sikap meremehkan terhadap Tuhan ini bukan hanya hal yang para imam lakukan dengan mulut mereka, tetapi juga mereka tunjukkan dengan tindakan mereka. Bait suci telah dipulihkan, pemujaan masih dilakukan, hanya saja mereka hanya melakukan gerakan-gerakan pelayanan tetapi tidak menghayatinya. Mereka tidak memperlakukan diri mereka yang adalah imam sebagai sesuatu yang penting, mereka membiarkan hal-hal yang tidak pantas terjadi selama ibadah. Khususnya mereka menunjukkan ketidakpedulian terhadap hukum-hukum Allah menyangkut persembahan korban yang layak, dengan membiarkan orang Israel membawa hewan yang buta dan sakit ke Bait Suci sebagai pengorbanan, dari pada membawa hewan yang sulung dan yang terbaik dari kawanan ternak mereka.7John Calvin, 488 - 489.
 

Ibadah tidak ada gunanya, bila tidak memberikan yang terbaik

 
[ Maleakhi 1:7-9 ]
Kamu membawa roti cemar ke atas mezbah-Ku, tetapi berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami mencemarkannya?” Dengan cara menyangka: “Meja TUHAN boleh dihinakan!” Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman TUHAN semesta alam. Maka sekarang: “Cobalah melunakkan hati Allah, supaya Ia mengasihani kita!” Oleh tangan kamulah terjadi hal itu, masakan Ia akan menyambut salah seorang dari padamu dengan baik? firman TUHAN semesta alam.
 
 
Adalah tanggung jawab para imam untuk menentukan apakah atau tidak seekor hewan yang dibawa ke Bait Suci untuk dikorbankan dapat diterima. Ada aturan-aturan tentang apa yang mendiskualifikasi seekor hewan dari yang disajikan sebagai persembahan kepada Tuhan, tetapi itu dapat diringkas dengan mudah dengan mengatakan bahwa Tuhan menginginkan “yang sulung dan yang terbaik.” Dan semua orang Israel tahu ini. Jika kita melihat ke ayat 14, kita melihat bahwa ada yang secara jujur bersumpah untuk membawa yang terbaik dari domba-domba mereka, namun ketika saatnya tiba untuk membuat persembahan korban, apa yang akhirnya mereka serahkan adalah sesuatu yang kurang dari yang terbaik, sesuatu yang tidak layak diberikan kepada Tuhan. Dan Tuhan berkata: [1:14] Terkutuklah penipu, yang mempunyai seekor binatang jantan di antara kawanan ternaknya, yang dinazarkannya, tetapi ia mempersembahkan binatang yang cacat kepada Tuhan. Sebab Aku ini Raja yang besar, firman TUHAN semesta alam, dan nama-Ku ditakuti di antara bangsa-bangsa.
 
Hal pertama, bahwa persembahan korban ini tidak menyelamatkan siapa pun. Siapa pun yang diselamatkan dan dibebaskan dari jerat dosa adalah diselamatkan melalui pengorbanan sekali dan selamanya dari Yesus Kristus. Jangan percaya bahwa ada satu sistem keselamatan untuk orang-orang dalam Perjanjian Lama dan ada sistem keselamatan lain untuk orang- orang Perjanjian Baru. Dan bahkan lebih buruk lagi, jangan percaya kebohongan yang dipegang beberapa orang hingga hari ini yang mengatakan, Tuhan akan menyelamatkan orang Yahudi dengan cara lain selain Yesus. Yesus adalah jalan satu-satunya. Mari kita pahami ini dari awal, ini tentang diselamatkan oleh anugerah melalui iman. Roma 4:3 mengatakan kepada kita bahwa “Abraham percaya kepada Allah, dan keyakinannya dihitung kepadanya sebagai kebenaran.” Orang-orang di Perjanjian Lama, meskipun banyak dari detailnya masih kabur atau masih berupa bayangan, namun mereka percaya bahwa Mesias akan datang dan mengambil dosa-dosa dunia.
 
Bagaimanapun, persembahan korban memiliki tujuan, dan tujuannya adalah untuk sementara waktu menangani dosa bangsa Israel supaya mereka dapat terus menyembah Tuhan, dan mengajarkan bahwa dosa mereka serius. Tetapi seperti yang tertulis dalam Ibrani 10:4, “Tidak mungkin bagi darah lembu jantan dan kambing untuk menghapus dosa.” Pengorbanan ini berfungsi sebagai bantuan dan penunjuk ke sesuatu yang lebih besar. Dalam Ibrani 10:2 kita diberitahu bahwa persembahan-persembahan korban yang dibawa mereka dari tahun ke tahun tidak pernah dapat “menyempurnakan” mereka. Kenyataan bahwa pengorbanan harus diulang dari tahun ke tahun, menunjukkan bahwa itu tidak secara permanen mengambil dosa orang-orang. Persembahan korban adalah untuk membuat Allah “dengan sabar melewati dosa mereka” untuk sementara waktu, hingga saatnya di mana Yesus Kristus datang dan membayar harga secara permanen untuk dosa orang-orang yang percaya pada kematianNya. Pada saat yang tepat, Yesus datang dan berurusan dengan dosa, sekali untuk selamanya (Ibrani 10:12).
 

Ibadah tidak berharga, ketika Tuhan diperlakukan biasa

 
[ Maleakhi 1:12 ]
Tetapi kamu ini menajiskannya, karena kamu menyangka: “Meja Tuhan memang cemar dan makanan yang ada di situ boleh dihinakan!”
 
 
Kita memperlakukan Tuhan sebagai “biasa” ketika kita memperlakukan dia dan pemujaan kita terhadapnya hanya sebagai kegiatan waktu luang dalam minggu ini. Uraian Alkitab tentang perlakuan semacam ini adalah “profan” (profane). Profan berarti memperlakukan atau menjadikannya “biasa,” ini artinya mengambil sesuatu yang suci dan membuatnya umum.8John Calvin, 511. Ini mengambil sesuatu yang sangat penting dan membuatnya tidak signifikan. Bagaimanapun, menganggap nama Tuhan tidak penting dan biasa, sama saja dengan menghina-Nya.
 
Apakah kita memberikan pelayanan dan komitmen serta sumber daya yang lebih baik kepada tuan duniawi kita dari pada yang kita lakukan kepada guru surgawi kita? Apakah kita menawarkan yang sulung dan terbaik dari diri kita kepada majikan kita dan hanya memberikan sisa-sisa kepada Tuhan? Apakah kita melihat, bahwa kehadiran di gereja hanya sebagai pilihan, sementara kita dengan rela menerima kehadiran di tempat kerja duniawi kita sebagai wajib?
 
Tuhan menginginkan yang sulung dan terbaik, tetapi yang sulung dan terbaik sering kali sudah kita komitmenkan untuk hal-hal lain. Dan, ini termasuk uang kita. Mengapa Tuhan menuntut persembahan korban dari orang-orang PL? Adalah untuk menunjukkan kepada mereka bahwa mereka dapat mengambil apa yang terbaik dari ternak mereka, apa yang terbaik dari hasil panen mereka, dan meletakkannya di atas altar di mana itu akan menjadi konsumsi api atau kemudian dikonsumsi oleh para imam, dan mereka bisa percaya bahwa Tuhan masih akan memberi mereka cukup untuk hidup. Bukan karena Tuhan membutuhkan apa yang dibawa oleh orang-orang, tetapi Dia tahu orang-orang perlu belajar mempercayaiNya dengan melepaskan yang sulung dan terbaik. Prinsip ini masih berlaku untuk kita hari ini, yaitu mengambil dan memberikan 10% dari uang kita, sebelum kita habiskan uang itu dan menyisakan recehan untuk diberikan kepada Allah melalui persembahan di gereja. Jika kita tidak mempercayai Tuhan dengan uang kita, apakah kita benar-benar dapat mempercayai Dia atas kekekalan kita?
 
Sekali lagi, mencemarkan sesuatu adalah membuatnya “biasa.” Orang Israel telah mengambil nama suci Tuhan dan menjadikannya sesuatu yang “biasa,” bukan sesuatu untuk kehormatan dan ketakutan. Dan kita sering melakukan ini (berkali-kali tanpa sadar) ketika kita berbicara tentang Tuhan dengan cara yang meminimalkan kebesaranNya, atau dengan cara-cara yang membuat Tuhan terdengar seperti salah seorang teman. Ketika kita berbicara dengan Tuhan seperti cara-cara kita berbicara dengan salah satu teman kita, sesungguhnya kita sedang meremehkanNya.
 

Ibadah tidak ada gunanya, ketika terasa membebani

 
[ Maleakhi 1:13 ]
Kamu berkata: “Lihat, alangkah susah payahnya!” dan kamu menyu-sahkan Aku, firman TUHAN semesta alam. Kamu membawa binatang yang dirampas, binatang yang timpang dan binatang yang sakit, kamu membawanya sebagai persembahan. Akan berkenankah Aku menerimanya dari tanganmu? firman TUHAN.
 
 
Ketika kita tidak menyembah dengan cara yang menghormati Tuhan, kita akan merasa tidak perlu memberi-Nya yang sulung dan yang terbaik, lalu ini membuat kita merasa memiliki beban dan gangguan. Kita harus menjaga diri terhadap timbulnya hati yang dingin terhadap Tuhan, yang timbul dan terjadi melalui gerakan pelayanan tetapi tanpa perasaan kesungguhan hati yang nyata. Kegiatan keagamaan yang dilakukan tanpa kasih dan rasa syukur yang murni kepada Tuhan tidak hanya tidak berguna tetapi juga menjijikkan dalam pandangan Tuhan.
 
Dalam ayat 11 dan 14, Allah mengingatkan orang Israel bahwa akan datang hari di mana Ia akan disembah dengan semestinya. Itu akan dilakukan oleh orang-orang di luar Israel. Akan datang hari ketika persembahan dan kehormatan yang layak akan diberikan oleh orang-orang dan bangsa-bangsa yang belum mendapatkan hak istimewa dari kasih perjanjian khusus Allah selama bertahun-tahun. Orang-orang yang dibenci Israel, tetapi suatu hari akan menjadi umat Allah yang istimewa, dan cara ini akan terjadi melalui Yesus Kristus.9John Calvin, 501. Sementara orang-orang Israel terus mencemarkan Dia, orang- orang ini mempersembahkan kepada Tuhan penyembahan yang murni. Mereka tidak akan menghormati para pemimpin duniawi mereka lebih dari pada Tuhan, sebaliknya mereka akan mengakui Allah sebagai raja mereka.
 

Refleksi

Bagaimanakah persembahan hewan yang cacat berhubungan dengan kita hari ini, yang berada di bawah Perjanjian Baru, yang tidak lagi memiliki kewajiban untuk melakukan pengorbanan hewan? Meskipun kita tidak membawa hewan kepada Tuhan tetapi ketika kita datang untuk menyembah Tuhan, Dia tetap mengharapkan yang sulung dan terbaik. Kita percaya sungguh kepada Yesus Kristus, Ia telah melakukan sesuatu untuk kita yang tidak kurang ajaibnya dari pada apa yang Ia lakukan untuk umatNya ketika Ia menyelamatkan mereka dari pembuangan di Babel. Namun, begitu sering, seperti orang-orang Israel di zaman Maleakhi, kita datang kepada Tuhan dengan membawa sisa-sisa. Kita harus mengubah penyembahan kita kepada Tuhan, dari yang kurang menjadi yang terbaik, dari yang biasa menjadi luar biasa, dan dari yang memberatkan menjadi yang sukacita, dimulai dengan kita sebagai individu. Sikap dan pikiran kita terhadap Tuhan harus berubah.
 
Kita memiliki pilihan, kita dapat mendengar kata-kata Kitab Suci sebagai kata-kata yang diberitakan kepada kita hanya sebagai renungan manusia, atau sebagai pesan dari Tuhan sendiri. Pemujaan Tuhan yang tepat secara bersama-sama dimulai dengan pemujaan kita yang tepat terhadap Dia secara individu. Kita mau mendengar apa yang Tuhan katakan kepada orang- orang di zaman Maleakhi, dan mau mencari tahu bagaimana itu berlaku bagi kita, dan mau melakukan apa yang dapat kita lakukan dengan komitmen untuk mengubah apa yang perlu kita ubah.
 
Ada begitu banyak gereja di negara kita saat ini yang berdebat dan berselisih tentang gaya ibadah, tetapi tidak pernah mereka mempertimbangkan selama satu menit sikap yang pantas untuk ibadah yang diterima oleh Allah. Kitab Maleakhi tidak mengatakan apa pun tentang gaya ibadah, tetapi ia mengatakan banyak sekali tentang sikap yang harus kita miliki terhadap penyembahan Allah. Ini adalah pesan yang sulit, tetapi pesan yang kita semua perlu dengar dan teruskan kepada orang lain.
 
Persekutuan Studi Reformed (PSR) merupakan salah satu wadah untuk mendengar pesan Tuhan yang disuarakan oleh nabi Maleakhi, dan PSR menjadi wadah kita untuk aktif membicarakan tentang sikap-sikap yang benar yang harus dimiliki setiap orang Kristen pada saat melakukan pelayanan dan penyembahan kepada Allah, dan meneruskan hasil-hasil diskusi kita kepada orang lain. Mari kita gunakan waktu kita yang tersisa ini sebaik-baiknya bagi kemuliaan Tuhan.
 
Selamat Natal 2021 dan Selamat Tahun Baru 2022.
[ Gogona Gultom, ST. MTh]
 
Pin It
 
Notes
 
 
1
W.S. LaSor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat, terj. Lisda Tirtapraja Gamadhi dan Lily W. Tjiputra (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 456.
 
2
Robert M. Paterson, Kitab Maleakhi (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 17.
 
3
W.S. LaSor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, 455.
 
4
Walter C. Kaiser, The Communicator's Commentary Series. Old Testament, vol. 21, The Communicator's Commentary (Dallas, Tex.: Word Books, 1992), 446.
 
5
Walter C. Kaiser, 447.
 
6
John Calvin, A Commentary On the Twelve Minor Prophets, A Geneva Series Commentary (Edinburgh: Banner of Truth Trust, 1986-), 486.
 
7
John Calvin, 488 - 489.
 
8
John Calvin, 511.
 
9
John Calvin, 501.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
 
Calvin, John. A Commentary On the Twelve Minor Prophets. A Geneva Series Commentary. Edinburgh: Banner of Truth Trust, 1986-.
Glazier-McDonald, Beth. Dissertation Series. Vol. 98, Malachi, the Divine Messenger. Atlanta, Ga.: Scholars Press, 1987.
Kaiser, Walter C. The Communicator's Commentary Series. Old Testament. Vol. 21, The Communicator's Commentary. Dallas, Tex.: Word Books, 1992.
LaSor, W.S, Hubbard, D.A, dan Bush, F.W, Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat. Diterjemahkan oleh Lisda Tirtapraja Gamadhi dan Lily W. Tjiputra. Jakarta: Gunung Mulia, 2013.
Ogden, Graham S., and Richard R. Deutsch. A Promise of Hope-- a Call to Obedience: a Commentary On the Books of Joel and Malachi. International Theological Commentary. Grand Rapids: W.B. Eerdmans, 1987.
Paterson, Robert M. Kitab Maleakhi. Jakarta: Gunung Mulia, 2015.
Shao, Joseph Too, Rosa Ching Shao, and Bruce Nicholls. Joel, Nahum and Malachi: a Commentary. Asia Bible Commentary Series. Manila, Philippines: Asia Theological Association, 2013.
Verhoef, Pieter A. The Books of Haggai and Malachi. New International Commentary On the Old Testament. Grand Rapids, Mich.: W.B. Eerdmans Pub. Co., 1987.
 
 

 
Copyright © Persekutuan Studi Reformed
 
 
Persekutuan Studi Reformed
Contact Person: Sdri. Deby – 08158020418
 
About Us  |   Visi  |   Misi  |   Kegiatan