
_oOo_
Mazmur Keluhan Umat1 W.S. LaSor, D.A. Hubbard & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2 (BPK, 2016), 49. Istilah “keluhan” lebih baik dari pada “ratapan” untuk menyebut doa-doa memohon pertolongan dalam Kitab Mazmur. “Ratapan” lebih sesuai dengan qina, bentuk puisi yang dipakai dalam Ratapan 1 – 2 dan 4 dengan nada seperti ratapan pada saat pemakaman karena tragedi yang tidak dapat diubah lagi.
Unsur sastra yang menandai Mazmur 90 sebagai mazmur keluhan umat (lament), yaitu keluhan yang menggambarkan penderitaan umat Allah,2Keluhan yang menggambarkan penderitaan umat Allah, sering diungkapkan dalam bentuk kiasan. Kadang keluhan ini berpusat pada tiga pihak yang saling bersangkutan, yaitu musuh, umat itu sendiri, dan Allah. kemudian diikuti dengan seruan kepada Allah untuk minta pertolongan.
Ungkapan keluhan, misalnya ayat 7: “Sungguh, kami habis lenyap karena murka-Mu, dan karena kehangatan amarah-Mu kami terkejut.” Dengan menyampaikan keluhannya, pemazmur meyakinkan Yang Mahakuasa bahwa situasinya tanpa harapan atau ia akan mati bila Tuhan tidak segera menolongnya. Ungkapan keluhan ini kemudian diikuti dengan seruan kepada Allah untuk minta pertolongan, yaitu ayat 13: “Kembalilah, ya Tuhan – berapa lama lagi? – dan sayangilah hamba-hambaMu!”
Umumnya sebuah mazmur keluhan dimulai dengan seruan pemazmur memanggil Tuhan (invocation) dalam kata seru (vocative).3 Karman, Yongky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, 170. Pada ayat 1 pemazmur berseru, “Tuhan”.4“TUHAN” (Yahweh) adalah nama diri Yang Mahakuasa dalam PL. Nama itu adalah nama perjanjian. Di antara umat Israel dan Yang Mahakuasa terjalin hubungan berdasarkan perjanjian abadi. Ketika nama “TUHAN” disebut, masing-masing pihak diingatkan bahwa di antara mereka terikat suatu perjanjian (berit – “covenant”). Jadi, Tuhan disapa begitu saja tanpa embel-embel, hal ini menunjukkan bahwa pemazmur tidak mendekati Yang Mahakuasa dengan basa-basi sebab hubungan di antara keduanya sangat dekat. Percaya penuh, itulah sikap pendoa di hadapan Tuhan. Berseru kepada Allah saat Allah belum menolong kita adalah bukti iman yang kuat.
Mazmur 90 adalah satu-satunya mazmur yang membubuhkan nama Musa sebagai judul. Musa disebut abdi Allah,5Goldingay, John, Psalms: Volume 3 Psalms 90–150 (Baker Academic, 2006), 23. The term “God’s man” usually applies to prophets such as Elijah, as frightening characters who mediate supernatural power. suatu sebutan kehormatan yang pantas diberikan kepada utusan Tuhan ini. Tetapi, mengapa mazmur ini dipersembahkan untuk mengenang Musa? Mungkin pemberi judul mau memberi wibawa kepada doa ini.6Barth, Marie Claire & Pareira, B.A., Tafsiran Alkitab: Kitab Mazmur 73-150 (BPK, 2005), 158.
Struktur penulisan Mazmur 90 adalah:
-
Pernyataan kepercayaan (90:1-2).
-
Renungan tentang kefanaan manusia (90:3-6).
-
Renungan tentang keadaan berdosa manusia (90:7-11).
-
Permohonan (90:12-17)
Pernyataan Kepercayaan – Mazmur 90:1-2
Pernyataan kepercayaan dengan nada madah.7Barth, Marie Claire & Pareira, B.A., 157. Subjek ay 1- 2 adalah Tuhan. Ay 1 dan 2c Pemazmur menyatakan, Tuhan sebagai tempat perteduhan8Goldingay, John, 25. “Shelter” (ma’on) is usually a term for an animal’s lair; the secure abode it makes for itself. Like an animal in danger from bigger animals, Israel could once run to this secure placeand know it was safe. (penolong) yang kuasa-Nya turun temurun.9Tate, Marvin E., Word Biblical Commentary: Psalms 51–100, 432. Or, “in generation after generation,” or “from generation to generation,“ or “in each generation.” Hal ini merupakan pengakuan iman pemazmur yang mengalami kehadiran Tuhan sebagai pencipta, penyelamat dan penolong setia. Ia juga mengakui kekekalan Tuhan. Pemazmur menyatakan keberadaan Tuhan sebagai pencipta yang sudah ada, sebelum ciptaan lain ada. Ia mengagungkan keajaiban Tuhan dalam karya penciptaan-Nya.
Pernyataan Doa Musa ini menunjukkan kedaulatan Allah. Allah berdaulat dengan tidak terbatas terhadap segala sesuatu. Ini sesuai perkataan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah “yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya,” (Efesus 1:11).
Renungan Tentang Kefanaan Manusia – Mazmur 90:3-6
Pemazmur menggambarkan keberadaan manusia, berasal dari debu10Bandingkan Kejadian 3:19. dan akan kembali kepada debu.11Barth, Marie Claire & Pareira, B.A., 159. Kejadian manusia tidak dibicarakan. Yang dikemukakan hanya kematiannya karena justru dalam hal itulah terletak kepapaannya. Awal dan akhir hidup manusia itu ditentukan oleh Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia itu fana, terbatas dan singkat umurnya, yaitu dengan memberikan umur 70-80 tahun. Awal dan akhir hidup manusia itu ditentukan oleh Tuhan. Waktu manusia yang terbatas itu ada dalam tangan Tuhan.
Pemazmur menunjukkan kepapaan manusia dan sekaligus keagungan Tuhan. Ia mau memaparkan soal kefanaan dan kekekalan. Manusia hidup dalam waktu. Perhitungan waktu manusia dan Tuhan berbeda. Perhitungan waktu yang paling panjang dan tidak terbayangkan sekalipun (seribu tahun) dalam pandangan Tuhan sama seperti hari kemarin.12Kraus, Hans-Joachim, Theology of The Psalms (Augsburg Publishing House, 1986), 168. Time is overthrown.
Tuhan tidak mengenal permulaan dan akhir dan tidak dibatasi oleh waktu. Tuhan berada di luar waktu, tetapi Dia memberikan waktu kepada manusia. Tuhan menghanyutkan manusia dalam tidur untuk memberi kesegaran dan kekuatan baru, tetapi tidur adalah sekaligus tanda dari ketidak-bertahanan manusia.
Ketika kita melihat pada kesementaraan hidup manusia, itu bukan sesuatu yang harus dilihat sebagai hal negatif. Seharusnya, itu sesuatu yang justru membuat kita lebih mengerti apa yang namanya: hidup. Kalau kematian adalah sesuatu yang akan datang, kita tidak bisa hidup tanpa memikirkan “apa itu kematian.” Kehidupan yang bijaksana dapat berlangsung dengan baik apabila kita merenungkan juga akhir dari hidup itu.
Renungan Tentang Keadaan Berdosa Manusia – Mazmur 90:7-11
Hidup manusia itu hanya singkat, dan juga berada dalam ancaman hukuman dari Tuhan karena dosa-dosanya (ayat 7–9). Setiap hari manusia berada dalam kepanasan amarah Tuhan.13Kraus, Hans-Joachim, Theology of The Psalms, 168. Why? Because human life in its real nature is subject to God’s anger, to his “No!” Akibatnya manusia “habis lenyap” seperti halnya rumput yang menjadi lisut dan layu karena panasnya siang. Manusia hidup dalam ketakutan akan kematian dan ancaman hukuman yang menyertainya. Ketakutan ini menjadi lebih besar lagi karena Tuhan mau memperhitungkan dosa- dosa manusia.
Manusia yang singkat umurnya pergi setelah menghabiskan hidupnya dalam keluhan, kesukaran dan penderitaan. Yang sering terjadi dalam kehidupan manusia adalah hidup tanpa kesadaran dan keyakinan akan ancaman hukuman Tuhan sehingga ia terus berbuat dosa tanpa rasa takut akan Tuhan. Padahal Tuhan sungguh serius terhadap dosa-dosanya. Tuhan memang memperhatikan kesalahan manusia, namun Dia juga membimbing manusia ke jalan yang benar.
Ayat 10, “Masa hidup kami tujuh puluh tahun14Tate, Marvin E., 435. “their highest limit” or “their fill”. dan jika kami kuat, delapan puluh tahun,15Tate, Marvin E., 435. “a statement of the typical life expectancy of human beings, which seems unrealistic by normal patterns of life in the ancient world”. dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.” Kata-kata ini bersifat sugesti.16Armerding, Carl, Psalms in A Minor Key (Moody Press, 1973), 122. These words are suggestive.
Yang lebih menyedihkan dari manusia itu ialah bahwa dia hidup tanpa kesadaran dan keyakinan akan ancaman hukuman Tuhan yang Mahakuasa dan Mahaagung. Dia hidup tanpa menyadari bahwa Tuhan sungguh serius terhadap dosa-dosanya.
Permohonan – Mazmur 90:12-17
Melihat keadaan manusia yang hidup dengan mengikuti keinginan hatinya sendiri, maka pemazmur menaikkan doa permohonan yaitu:
Pertama, agar diberi “hati yang bijaksana.”17Leupold, H. C., Exposition of Psalms, 647. This aspect of the subject is brought to a very practical conclusion by reducing the issue to a brief prayer to the effect that God may help us so to take note of the brevity of human life and of the few days that are ours that we may consider what the deep causes are and so get a “wise heart.” Yaitu hati yang sadar akan hakikat sebagai manusia yang penuh keterbatasan, sehingga tahu bagaimana menjalani hidup. Kesadaran bahwa hidup ini singkat membuat manusia sangat menghargai dan mengatur waktu dengan baik serta mengisi hidup ini sebaik mungkin. Untuk punyai hati yang bijaksana, perlu bimbingan Tuhan.
Kedua, agar dibebaskan dari penderitaan.18Armerding, Carl, 123. There is a correspondence between past sorrow and future joy; between chastisement and the peaceable fruit thereof. “Make us glad according to the days where in we have seen evil.” Yaitu, agar Tuhan memberikan sukacita yang besarnya seimbang dengan hari-hari yang penuh penindasan. Pemazmur berdoa agar Tuhan mengenyangkan manusia dengan kasih setia-Nya di waktu pagi supaya ia dapat bersukacita memuji-muji Dia seumur hidup.
Ketiga, agar Tuhan memberkati perbuatan tangan manusia. Tanpa kemurahan kasih setia Tuhan pekerjaan manusia tidak dapat berhasil. Manusia membutuhkan perhatian Tuhan.19Tate, Marvin E., 437. Paulus juga mempunyai pemikiran yang sama dengan pemazmur di dalam suratnya kepada jemaat Efesus. Ia menasehati jemaat Efesus untuk hidup sebagai orang arif. Hal ini disebabkan karena jemaat pada saat itu hidup penuh dengan kejahatan dan hidup secara bebal (tahu apa yang baik dan benar, tetapi tidak melakukannya).
Paulus menasehati agar mereka menggunakan waktu yang ada untuk berbuat kearifan agar tidak membuang-buang waktu melakukan kejahatan, sesuatu yang sia-sia atau mengikuti pola kehidupan duniawi. Paulus memberi beberapa nasehat praktis untuk menjadi manusia yang arif yaitu:
Mengerti kehendak Tuhan. Untuk mengerti kehendak Tuhan, diperlukan persekutuan yang erat dengan Tuhan dan bersikap takut akan Tuhan. Kehendak Tuhan diwujudkan dengan sikap hidup yang melakukan kasih, kekudusan, kebenaran, kebaikan, dan keadilan.
Hidup penuh dengan Roh Kudus yang diberikan Tuhan kepada manusia. Maka Roh mengajarkan segala sesuatu kepada manusia yang sesuai dengan kehendak Tuhan, memimpin manusia dalam kebenaran, menginsyafkan manusia akan dosa dan mengingatkan manusia atas semua yang telah Ia ajarkan. Roh Kudus menolong manusia tidak lagi dikuasai oleh hawa nafsu.
Hidup penuh dengan sukacita. Kehidupan manusia yang penuh dengan sukacita membuat mereka gemar menyanyi sehingga mereka menyanyikan mazmur, kidung pujian dan nyanyian rohani. Hidup penuh ucapan syukur. Mengucap syukur atas segala sesuatu yang mereka peroleh, tanpa memandang waktu dan tempat. Alasan manusia mengucap syukur karena kasih Allah yang telah menyelamatkan manusia dan pemeliharaan Allah yang penuh kasih.
Hidup yang penuh dengan kerendahan hati. Salah satu dosa manusia ialah kesombongan. Manusia sulit untuk merendahkan diri ketika diberi begitu banyak kemampuan, kekayaan dan keberhasilan oleh Tuhan. Kerendahan hati membuat manusia bisa menghargai dan menghormati martabat orang lain. Kerendahan hati membuat manusia tak memandang orang lain berdasarkan jenis kelamin, suku, status sosial.
Konklusi
Pemazmur menyadarkan kita bahwa hidup di dunia singkat dan terbatas, sehingga waktu yang diberikan oleh Tuhan harus digunakan sebaik mungkin dengan melakukan hal-hal yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita perlu membuat jadwal dan menentukan apa yang menjadi penting dan mendesak (first think first).
Menghitung-hitung hari bukan berarti kita menjadi manusia yang pasif dan tidak mau melakukan apa-apa; sebaliknya dengan menghitung hari-hari hidup kita sedemikian rupa dan memperoleh hati yang bijaksana, artinya kita semakin bersungguh-sungguh di dalam karya dan pekerjaan kita.
Selama hari masih siang selama itu juga kita terus bekerja dan berkarya untuk Tuhan. Di dalam melakukan pekerjaan, kita melakukannya bersama dengan Tuhan. Bersama dengan Tuhan segala perkara akan dapat kita tanggung. Bekerja bersama dengan Tuhan maka setiap perbuatan kita akan diteguhkan, artinya perbuatan tangan kita diberkati menjadi berhasil dan bertahan.
Hendaklah kita menjadi manusia bijak. Artinya, kita sadar bahwa hidup ini sangat singkat dan karena hidup ini sangat singkat maka kita akan mengisi hidup kita di dunia ini dengan sebaik mungkin. Kita juga haruslah bijak mengenal “murka Tuhan” sehingga kita setiap saat memohon pengampunan Tuhan dan kita terus menerus bertobat dalam kekuatan Roh untuk menjadi serupa dengan Kristus; jika tidak bertobat maka Tuhan menimbun murka-Nya atas diri kita.
Paulus menasehati kita, “Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan,” Roma 2:5. Hati yang bijak akan melahirkan kesungguhan untuk terus bekerja dan berkarya bagi kemuliaan Tuhan. Amin.
Selamat Paskah 2021.
[ Gogona Gultom, ST. M.Th
]

Notes
1
W.S. LaSor, D.A. Hubbard & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2 (BPK, 2016), 49. Istilah “keluhan” lebih baik dari pada “ratapan” untuk menyebut doa-doa memohon pertolongan dalam Kitab Mazmur. “Ratapan” lebih sesuai dengan qina, bentuk puisi yang dipakai dalam Ratapan 1–2 dan 4 dengan nada seperti ratapan pada saat pemakaman karena tragedi yang tidak dapat diubah lagi.
2
Keluhan yang menggambarkan penderitaan umat Allah, sering diungkapkan dalam bentuk kiasan. Kadang keluhan ini berpusat pada tiga pihak yang saling bersangkutan, yaitu musuh, umat itu sendiri, dan Allah.
3
Karman, Yongky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, 170.
4
”TUHAN” (Yahweh) adalah nama diri Yang Mahakuasa dalam PL. Nama itu adalah nama perjanjian. Di antara umat Israel dan Yang Mahakuasa terjalin hubungan berdasarkan perjanjian abadi. Ketika nama “TUHAN” disebut, masing-masing pihak diingatkan bahwa di antara mereka terikat suatu perjanjian (berit – “covenant”).
5
Goldingay, John, Psalms: Volume 3 Psalms 90–150 (Baker Academic, 2006), 23. The term “God’s man” usually applies to prophets such as Elijah, as frightening characters who mediate supernatural power.
6
Barth, Marie Claire & Pareira, B.A., Tafsiran Alkitab: Kitab Mazmur 73-150 (BPK, 2005), 158.
7
Barth, Marie Claire & Pareira, B.A., 157. Subjek ay 1-2 adalah Tuhan. Ay 1 dan 2c berbentuk khiastik.
8
Goldingay, John, 25. “Shelter” (ma’on) is usually a term for an animal’s lair; the secure abode it makes for itself. Like an animal in danger from bigger animals, Israel could once run to this secure placeand know it was safe.
9
Tate, Marvin E., Word Biblical Commentary: Psalms 51–100, 432. Or, “in generation after generation,” or “from generation to generation,“ or “in each generation.”
10
Bandingkan Kejadian 3:19.
11
Barth, Marie Claire & Pareira, B.A., 159. Kejadian manusia tidak dibicarakan. Yang dikemukakan hanya kematiannya karena justru dalam hal itulah terletak kepapaannya. Awal dan akhir hidup manusia itu ditentukan oleh Tuhan.
12
Kraus, Hans-Joachim, Theology of The Psalms (Augsburg Publishing House, 1986), 168. Time is overthrown.
13
Kraus, Hans-Joachim, Theology of The Psalms, 168. Why? Because human life in its real nature is subject to God’s anger, to his “No!”
14
Tate, Marvin E., 435. “their highest limit” or “their fill”.
15
Tate, Marvin E., 435. “a statement of the typical life expectancy of human beings, which seems unrealistic by normal patterns of life in the ancient world”.
16
Armerding, Carl, Psalms in A Minor Key (Moody Press, 1973), 122. These words are suggestive.
17
Leupold, H. C., Exposition of Psalms, 647. This aspect of the subject is brought to a very practical conclusion by reducing the issue to a brief prayer to the effect that God may help us so to take note of the brevity of human life and of the few days that are ours that we may consider what the deep causes are and so get a “wise heart.”
18
Armerding, Carl, 123. There is a correspondence between past sorrow and future joy; between chastisement and the peaceable fruit thereof. “Make us glad according to the days where in we have seen evil.”
19
Tate, Marvin E., 437.
Daftar Pustaka
Alkitab, LAI 1974, Cetakan 2015.
Armerding, Carl. Psalms In a Minor Key. Moody Press, 1973.
Barth, Marie Claire & Pareira, B.A. Tafsiran Alkitab: Kitab Mazmur 73-150. BPK Gunung Mulia, 2005.
Bonar, Andrew Alexander. Christ and His Church in the Book of Psalms. Kregel Publications, 1978.
Gamadhi, Danny A. Mengkhotbahkan Mazmur Ratapan: Dari Kepedihan Kepada Transformasi Iman. Literatur SAAT, 2012.
Goldingay, John. Psalms: Volume 3 Psalms 90–150. Grand Rapids: Baker, 2008.
Karman, Yongky. Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. BPK Gunung Mulia, 2004.
Kraus, Hans-Joachim. Theology of The Psalms. Augsburg Publishing House, 1986.
LaSor, W. S., Hubbard, D. A., Bush, F.W. Pengantar Perjanjian Lama 2. BPK Gunung Mulia, 2016.
Leupold, H.C., D.D. Exposition of The Psalms. Augsburg Publishing House, 1961.
Tate, Marvin E. Word Biblical Commentary: Volume 20, Psalms 51-100. Word, 1990.
Tremper Longman III. Memahami Perjanjian Lama: Tiga Pertanyaan Penting. Departemen Literatur SAAT, 2001.